Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Mencermati Paradoks Perhatian di Kompasiana

Diperbarui: 20 November 2023   23:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Kompasiana.com)

Untuk menyamakan persepsi sejak awal hingga akhir, izinkan saya memberi batasan, perhatian yang saya maksud di sini lebih berfokus pada aspek teknis, berdasarkan pengalaman selama menjadi Kompasianer.

Sebagai sebuah platform menulis, Kompasiana punya satu ciri khas, yakni orisinalitas konten dari Kompasianer, dengan keunikan, minat, bahkan keahlian masing-masing, dan berpadu sempurna dengan tata tertib standar yang berlaku.

Diluar identitas "bawaan lahir" sebagai bagian dari grup Kompas Gramedia, paduan ciri khas Kompasiana (sejauh ini) telah menjadi satu karakter, yang membuatnya bisa tetap awet, ditengah datang-perginya banyak medium sejenis di Indonesia.

Dalam perjalanannya, karakter ini menjadi semakin kuat, karena ada sebagian Kompasianer, yang cenderung sangat perfeksionis soal estetika atau tata bahasa.

Di satu sisi, atensi soal aspek bahasa ini adalah satu hal yang cukup bagus, karena bisa diterapkan langsung, baik oleh sesama Kompasianer maupun admin. Uniknya, proses natural ini terlihat berjalan secara kontinyu.

Dari sini, ada cukup ruang untuk berkembang. Dititipi bakat "dari sananya" atau memang punya bekal ilmu sebelum mulai aktif menulis, semua punya kesempatan setara untuk berkembang. Seharusnya begitu.

Tapi, ibarat dua sisi mata uang, perhatian sangat tinggi pada aspek linguistik, pada titik tertentu, justru bisa menjadi kontraproduktif.

Bagi mereka yang ingin mulai menulis, perhatian tinggi pada urusan "tata kata" ini bisa mendatangkan keraguan. Alhasil, ide atau apapun hal yang ingin diekspresikan urung terwujud.

Padahal, itu tinggal ditulis saja. Perkara benar-salah atau bagus-jelek sebuah tulisan, itu urusan nanti.

Kita tidak akan pernah tahu sebuah tulisan itu ngawur atau tidak, bagus atau jelek, kalau tulisan itu tidak pernah ditulis si pemilik ide. Kalau sebuah tulisan tidak ada wujudnya, jangan harap akan dibaca audiens, karena tak ada telepati di sini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline