Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Chelsea, dari Ambisi ke Mediokrasi

Diperbarui: 27 September 2023   09:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Reaksi Pelatih Chelsea Mauricio Pochettino saat timnya kalah 0-1 melawan Aston Villa pada laga Liga Inggris di Stadion Stamford Bridge, London, Minggu (24/9/2023). Foto: AFP/IAN KINGTON via KOMPAS.id

Dalam sepak bola, siklus naik-turun performa tim menjadi satu fenomena umum. Ada beragam faktor yang biasanya ikut memengaruhi, entah karena performa pemain, pergantian pelatih, atau pergantian pemilik klub.

Kadang, perubahan di satu faktor saja bisa membuat sebuah tim berubah drastis, apalagi jika perubahan itu bersifat mendasar.

Makanya, sebuah perubahan biasa membawa sebuah harapan, kadang juga membawa keraguan. Maklum, sebuah perubahan selalu punya dua sisi mata uang. Tidak ada kepastian, sekalipun ada dana melimpah di sana.

Inilah membuat perubahan mendasar di sebuah klub kadang terlihat seperti sebuah  spekulasi. Kalau lancar, prestasi pasti datang, kalau tidak siap-siap rungkad.

Di era modern, Chelsea menjadi satu contoh paket lengkap dari kasus ini. Dalam dua dekade terakhir, mereka punya dua pemilik yang sama-sama royal, yakni Roman Abramovich (2003-2022) dan Todd Boehly (2022-sekarang).

Dari luar, keduanya sama-sama berambisi menjadikan klub sukses. Berapapun biayanya, tak jadi soal, yang penting dapat trofi, atau minimal finis di papan atas liga.

Bedanya, di era Roman Abramovich, ambisi dan dana besar sang taipan juga didukung dengan keberadaan tim teknis di balik layar, sebagai kepanjangan tangan sang bos.

Dengan sosok seperti Marina Granovskaia (Rusia) sebagai negosiator, dan Michael Emenalo (Nigeria) sebagai direktur olahraga, Chelsea era Abramovich terlihat seperti pesawat dengan sistem autopilot yang selalu aktif.

Jadi, meski terkenal suka gonta-ganti pelatih, aneka trofi toh mampu didapat, termasuk dua gelar juara Liga Champions. Ada kestabilan di balik layar, karena sang pemilik jarang merecoki urusan transfer pemain.

Ditambah lagi, juragan minyak asal Rusia itu juga turut berinvestasi di akademi klub, sambil berburu pemain muda potensial. Hasilnya, Si Biru punya pemain berkualitas seperti Mason Mount dan Reece James dari akademi, dan pemain muda yang kelak laku dijual mahal seperti Eden Hazard, Fikayo Tomori, dan Tammy Abraham.

Dengan modal inilah, The Blues bisa konsisten bersaing di papan atas, bahkan saat terkena embargo transfer FIFA, seperti saat mencapai final Piala FA dan lolos ke Liga Champions musim 2019-2020.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline