Judul di atas mungkin terkesan agak mengkambinghitamkan performa jeblok Manchester United pada Andre Onana seorang. Khususnya, setelah Harry Maguire tidak lagi jadi kapten dan ditepikan ke bangku cadangan.
Dari segi performa, kiper asal Kamerun ini sepintas memang terlihat seperti satu titik lemah baru buat United. Maklum, setelah mencatat "clean-sheet" dan menjadi "Man of The Match" di laga debutnya, ia selalu kebobolan dengan jumlah yang bahkan cenderung meningkat.
Dimulai dari kebobolan dua gol saat melawan Tottenham Hotspur dan Nottingham Forest, catatan ini lalu meningkat jadi kebobolan 3 gol saat kalah 1-3 secara beruntun dari Arsenal dan Brighton. Kalau ini tim promosi atau papan bawah musim lalu mungkin masih bisa diterima.
Untuk ukuran kiper yang masuk nominasi Kiper Terbaik Dunia FIFA tahun 2023, grafik performa seperti ini jelas sangat jeblok. Apalagi, Onana datang dengan diiringi ekspektasi tinggi, setelah membawa Inter Milan juara Coppa Italia dan lolos ke final Liga Champions dalam tahun tunggalnya di Giuseppe Meazza.
Dengan level setinggi itu, ditambah atributnya sebagai kiper bergaya modern, Manchester United mungkin bisa berharap, mereka punya Alisson atau Ederson versi mereka sendiri. Harga 47 juta pounds yang dibayarkan ke Inter pun jadi terlihat murah, karena kualitas yang diperlihatkan memang bagus.
Makanya, The Red Devils berani melepas David De Gea, meski performa kiper asal Spanyol itu terbilang konsisten, bahkan mampu meraih penghargaan Sarung Tangan Emas Liga Inggris di musim terakhirnya.
Soal adaptasi taktik, seharusnya juga bukan masalah, karena Erik Ten Hag adalah pelatih yang memoles Onana semasa bermain di Ajax Amsterdam dulu.
Tapi, gambaran indah itu belakangan malah jadi mimpi buruk, karena United sudah kebobolan 10 kali dalam empat pertandingan beruntun.
Di sisi lain, penampilan jeblok kiper jebolan akademi La Masia ini juga memperlihatkan kekacauan dalam ide taktik Erik Ten Hag. Kekacauan ini makin sempurna, karena tim juga sedang direcoki aneka kasus di luar lapangan, yang melibatkan Mason Greenwood, Antony dan Jadon Sancho, plus sejumlah masalah cedera pemain.
Dari sudut pandang olahraga, pelatih asal Belanda ini memang punya ide menerapkan gaya main sepak bola menyerang versi modern, dengan melibatkan pemain-pemain incarannya.