Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Saudi Pro League (Bukan) CSL Jilid II

Diperbarui: 5 Juli 2023   07:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karim Benzema (tengah) resmi diperkenalkan sebagai pemain baru klub Liga Arab Saudi, Al Ittihad, pada Selasa (6/6/2023). (AFP/JORGE FERRARI via Kompas.com)

Judul di atas adalah satu pendapat saya, soal geliat Liga Saudi belakangan ini. Dalam waktu kurang dari setahun terakhir, mereka cukup banyak disorot, karena mendatangkan banyak pemain dan pelatih dari liga-liga top Eropa.

Dimulai dari Cristiano Ronaldo (Al Nassr) di musim dingin dan Karim Benzema (Al Ittihad) di musim panas, eksodus bintang-bintang liga top Eropa ke Arab Saudi bagai berlangsung tanpa putus.

Cristiano Ronaldo dan Karim Benzema, dua bintang global di Saudi Pro League (Goal.com)

Beberapa pelatih kelas Eropa juga datang, yakni Jorge Jesus (Portugal) di Al Hilal, Czeslaw Michniewicz (Pelatih Timnas Polandia di Piala Dunia 2022) di Al Abha, dan Steven Gerrard (Inggris) Al Ettifaq.

Sebelumnya sudah ada Rudi Garcia (Prancis) yang digantikan Luis Castro (Portugal) di Al Nassr dan Nuno Espirito Santo (Portugal) yang membawa Al Ittihad juara liga.

Sekilas, fenomena ini mirip dengan yang pernah terjadi di Chinese Super League (CSL) di dekade lalu, ketika pemain-pemain sekelas Didier Drogba (Pantai Gading), Carlos Tevez (Argentina) dan Oscar (Brasil) berbondong-bondong pindah ke Timur Jauh, bersama pelatih juara Piala Dunia sekaliber Marcello Lippi (Italia) dan Luiz Felipe Scolari (Brasil).

Oscar dan Carlos Tevez (Mirror.co.uk)

Kebetulan, strategi awalnya juga mirip, yakni menawarkan paket gaji mewah, dengan angka jauh lebih besar dari liga-liga top Eropa. Ada juga rencana ambisius dari pemerintah Tiongkok, untuk mengembangkan sepak bola, menjadi tuan rumah Piala Dunia, dan juara dunia dalam jangka panjang.

Sayangnya, penerapan aturan keuangan yang cukup ekstrem pada tahun 2018 dan pandemi Covid-19 membuat proyek ambisius ini berakhir jadi proyek gagal, karena tak ada lagi paket gaji mewah yang jadi gacoan penarik minat.

Situasi makin runyam, ketika sejumlah perusahaan yang menyokong klub malah terjerat krisis keuangan akibat pandemi. Ditambah lagi, CFA (PSSI-nya Tiongkok) ternyata masih belum bebas dari masalah korupsi.

Hasilnya, Jiangsu Suning dibubarkan (tak lama setelah juara liga tahun 2020) dan Guangzhou Evergrande (kini Guangzhou FC) yang pernah juara Liga Champions Asia terdegradasi tahun 2022 akibat krisis keuangan parah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline