Bicara soal skripsi, banyak yang menganggap "raja terakhir" di masa kuliah ini sebagai bagian paling rumit. Tidak seperti kuliah teori yang serba terjadwal dan pasti selesai di akhir semester, skripsi tidak seperti itu.
Jika diibaratkan sebuah duel, kuliah teori adalah duel "keroyokan" melawan dosen,
skripsi adalah pertarungan satu lawan satu, yang terkadang jadi "satu lawan banyak", tergantung situasi.
Maklum, dalam rentang waktu satu semester yang cukup longgar, skripsi kadang menghadirkan aneka godaan lain. Entah ingin "healing", bosan, ganti topik, atau ganti dosen pembimbing.
Godaan ini cukup menarik, walau kadang menjebak. Kalau diikuti dalam batas wajar, pikiran bisa lebih segar, karena "godaan" ini dimanfaatkan sebagai kesempatan "mengisi daya" sebelum akhirnya kembali fokus, dengan kondisi jauh lebih segar.
Masalahnya, kalau dijadikan ajang bersenang-senang untuk memanfaatkan celah waktu yang longgar, godaan ini bisa jadi gerbang menuju labirin skripsi.
Masalah inilah yang kerap menghasilkan aneka cerita galau di masa skripsi, bahkan membuat skripsi bisa lebih lama dari seharusnya. Situasi akan semakin pelik, kalau kita tidak paham dan konsisten dengan topik yang ingin kita kerjakan.
Semakin sering ganti topik, semakin makan waktu. Otomatis, semakin lama skripsi selesai.
Kalau penyebabnya karena ada pekerjaan atau magang, masih bisa dimaklumi, karena bisa jadi modal pengalaman penting, khususnya saat sudah lulus nanti.
Diluar godaan tersebut, hambatan lain juga bisa datang dari masalah yang memang terjadi, misalnya mengalami sakit cukup berat.
Kebetulan, jenis masalah kesehatan ini sempat saya alami, saat menyusun skripsi tahun 2015 lalu.