Gaduh soal kedatangan Timnas Israel U-20 ke Indonesia, belakangan ini, telah membuat status Indonesia sebagai Tuan Rumah Piala Dunia U20 jadi tidak jelas.
Setelah sebelumnya membatalkan acara undian fase grup, FIFA selaku penyelenggara turnamen juga menarik konten-konten teaser turnamen, termasuk lagu tema, dari situs resmi mereka.
Menyusul kejadian ini, pemerintah sampai mengutus Erick Thohir untuk melobi FIFA di Swiss. Ketum PSSI yang juga Menteri BUMN ini berangkat, segera setelah mendampingi Timnas Indonesia saat bermain imbang 2-2 lawan Burundi, Selasa (28/3).
Tak cukup sampai disitu, Presiden Jokowi juga merilis pernyataan resmi yang menjamin keamanan peserta Piala Dunia U-20.
Terlepas dari berbagai pendapat pro-kontra yang ada terkait kedatangan Timnas Israel U-20, saya melihat, ada sebuah pola lama yang kembali terulang. Dalam hal ini, pola penanganan masalah, yakni baru bergerak setelah ada gaduh.
Soal Piala Dunia U-20 di Indonesia sendiri, kegaduhan yang ada tidak dicegah sejak awal, dan baru ditangani serius saat situasi sudah gawat. Ini jelas tidak efektif, karena seharusnya bisa tuntas ditangani sejak lama, karena Indonesia sudah ditunjuk FIFA sebagai tuan rumah sejak 2019.
Kalau bisa beres dalam sekali kerja, kenapa harus dua-tiga kali kerja?
Di satu sisi, upaya gerak cepat yang sedang diupayakan pemerintah memang layak diapresiasi, karena menunjukkan keseriusan Indonesia sebagai tuan rumah.
Tapi, situasi gaduh soal kedatangan Timnas Israel U-20 ini juga menunjukkan, ada kesan "mau enaknya saja", karena konsekuensi menjadi tuan rumah turnamen tingkat dunia seperti ini ternyata belum diterima dan dipahami secara utuh.
Kalau dari situ saja masih belum siap, jangan berharap para pemangku kepentingan ini paham dengan dinamika kompetisi yang ada.