Piala Dunia 2022 telah menuntaskan babak fase grup, Sabtu (3/12, dinihari WIB) dan menghadirkan satu catatan bersejarah. Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah turnamen, ada tiga wakil Asia yang lolos ke babak perdelapan final .
Catatan ini bahkan lebih banyak dari rekor terbanyak wakil Afrika (2 tim pada edisi 2014 dan 2022) yang terbilang lebih sering mengirim wakilnya ke fase gugur.
Hebatnya lagi, 2 dari 3 tim wakil Asia yang lolos (Australia dan Jepang) sukses mencatat dua kemenangan di fase grup. Satu wakil Asia lain yakni Korea Selatan, lolos dengan mengantongi 4 poin, unggul produktivitas gol atas Uruguay.
Berangkat dari catatan ini, mungkin sudah ada begitu banyak bahasan bernada membanggakan (bahkan "overproud" alias bangga berlebihan) yang sudah muncul di berbagai "platform" media.
Maklum, sepanjang sejarah Piala Dunia, jumlah wakil Asia terbanyak di perdelapan final Piala Dunia hanya 2 tim (pada edisi 2002 dan 2010, keduanya diwakili Korea Selatan dan Jepang).
Memang, capaian ini keren dan langka. Saking langkanya, ini belum tentu akan terulang dalam waktu dekat. Kecuali jika kualitas sepak bola Asia bisa terus berkembang di masa depan.
Tapi, bukan berarti rasa bangga berlebihan boleh muncul dengan enaknya. Tim Samurai Biru, Tim Ksatria Taeguk dan The Socceroos masih berpeluang membuat kejutan lebih jauh di Qatar, selama publik sepak Asia (pada khususnya) tidak merecoki mereka dengan pemberitaan berlebih, seperti yang biasa diterima Timnas Indonesia setiap kali lolos ke final Piala AFF.
Di era kekinian, kebanggaan seperti itu terbukti jadi racun yang membuat sepak bola Asia terlihat stagnan. Setiap ada tim Asia lolos fase grup, beritanya gegap gempita, tapi tak lama kemudian sering berakhir kecewa.
Terbukti, sepanjang sejarah Piala Dunia, hanya Korea Utara (1966) dan Korea Selatan (2002) yang mampu melewati dinding tebal babak perdelapan final, meski yang disebut terakhir lekat dengan kontroversi keberpihakan wasit dan isu miring lainnya.
Maka, sudah saatnya pendekatan itu mulai diubah. Di sini, fokus menjadi kunci, karena lawan yang akan dihadapi bukan tim sembarangan.