Seiring berjalannya pemulihan ekonomi pasca dihantam pandemi, sejumlah program pemberdayaan masyarakat dan potensi wilayah hadir. Salah satunya hadir dalam program Desa Wisata Ramah Berkendara.
Program yang didukung Adira Finance dan Kemenparekraf ini hadir di sejumlah daerah di Indonesia, antara lain Desa Carangsari (Bali), Desa Rejowinangun (Yogyakarta), Desa Sanankerto (Malang, Jawa Timur) dan Desa Karanganyar (Magelang, Jawa Tengah).
Sesuai konsepnya, Desa Wisata Ramah Berkendara mempunyai tiga aspek kriteria, yakni infrastruktur, sumber daya manusia, dan ekosistem pariwisata. Ketiga aspek ini berkaitan dengan aksesibilitas dan potensi wilayah setempat.
Dari tiga kriteria tersebut, kita bisa melihat, program Desa Wisata Ramah Berkendara ini adalah satu ide hebat, karena mampu mendorong pembangunan infrastruktur, sumber daya manusia, dan ekosistem pariwisata yang berkualitas secara bersamaan.
Dengan kata lain, selain mempersiapkan aksesibilitas wilayah, warga setempat dan potensi wilayah tersebut juga digarap. Jadi, hasil akhirnya punya keberlanjutan dalam jangka panjang, tidak hanya berhenti pada penyelenggaraan Festival Kreatif Lokal.
Ada manfaat berkelanjutan yang bisa dirasakan, khususnya oleh masyarakat setempat. Jika manfaat itu sudah dirasakan, seharusnya ada kesadaran bersama untuk menjaga, bahkan meningkatkan kualitas yang sudah ada.
Sebagai contoh, jika sebuah Desa Wisata punya potensi hutan wisata, masyarakat setempat pasti akan berusaha menjaga kelestarian lingkungan di sana. Misalnya, dengan berpegang pada kearifan lokal.
Jika kesadaran seperti ini bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, mengedukasi turis untuk membangun kesadaran bersama jelas bukan perkara sulit, karena kebiasaan positif yang ada sudah jadi budaya.
Pada gilirannya, selain bisa menemukan potensi baru, misalnya dalam bentuk wisata edukatif, kelestarian budaya, dalam hal ini kearifan lokal, juga ikut tertangani dengan baik.
Menariknya, program Desa Wisata Ramah Berkendara ini menjadi satu pendekatan holistik dalam membangun potensi desa. Karena, yang dibangun di sini bukan hanya infrastruktur fisik, tapi juga manusia, lingkungan, dan potensi wilayahnya, termasuk aspek budaya.