Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

"Quiet Quitting", Sebuah Langkah Koreksi

Diperbarui: 8 September 2022   08:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi quiet quitting| Dok GreatDay HR via Kompas.com

Dalam beberapa waktu terakhir, bahasan tentang fenomena quiet quitting alias bekerja seperlunya mengemuka di Indonesia, khususnya di media sosial, dengan "Gen Z" sebagai pelaku umum. Sebelumnya, fenomena ini sudah lebih dulu dibahas di sejumlah negara.

Pro kontra memang mewarnai bahasan soal ini. Ada yang menyebut ini sebentuk kemalasan, ada juga yang menyebutnya sebagai bagian dari gaya hidup "work life balance", dan entah apa lagi.

Tapi, dari apa yang sejauh ini saya amati, sebenarnya ini adalah sebentuk langkah koreksi, yang disampaikan dengan satu gaya khas "Generasi Z". Gaya khas yang saya maksud di sini adalah kecenderungan untuk berbicara lewat tindakan.

Dalam artian, mereka cenderung lebih suka menghindari konfrontasi atau perdebatan secara langsung, karena dinilai tidak efektif, terutama jika pihak yang dihadapi cenderung hirarkis atau terlalu dominan.

Kalaupun harus disampaikan secara langsung, itu hanya akan dilakukan kepada orang yang menurut mereka nyaman untuk diajak bicara. Sekalipun orang itu terlihat sangat pendiam dari luar, rasa nyaman akan membuatnya terlihat jauh berbeda saat ada yang mau mendengarkan.

Jika tidak ada yang mau mendengar, tindakanlah yang akan bicara. Dengan harapan, itu bisa dirasakan dan disadari.

Daripada pekerjaan terhambat, lebih baik bertindak langsung lewat tindakan. Kerja beres, keluhan pun tersampaikan secara praktis. Melakukan protes hanya buang-buang tenaga. Kalau ada yang mudah, kenapa harus dibuat sulit?

Kecenderungan Generasi Z untuk berpikir praktis menjadi satu fenomena umum, yang kebetulan saya temui langsung, baik dari rekan kerja atau saudara, yang secara umur masuk kategori ini, yakni mereka yang lahir antara tahun 1996-2009.

Selain kecenderungan untuk berpikir praktis, mereka juga lebih "melek" dalam hal teknologi. Makanya, bukan kejutan kalau gaya berekspresi mereka cenderung lebih canggih. Tidak selalu frontal atau keras, tapi selalu mengena.

Bentuknya pun beragam, ada yang membuat unggahan dengan pesan tersirat di media sosial, ada yang membuat meme, bahkan ada juga yang mengungkapkan langsung di media sosial.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline