Seiring diresmikannya transfer Jordi Amat ke Johor Darul Takzim, kegaduhan muncul di sepak bola nasional. Penyebabnya, ada sebagian pihak, termasuk PSSI, yang mengkritisi keputusan eks pemain Timnas U-21 Spanyol itu menyeberang ke Malaysia, alih-alih tetap di Eropa.
Bahkan, ada yang menganggap, pemain keturunan Indonesia itu hanya memanfaatkan paspor Indonesia, untuk bisa bergabung di kompetisi Asia. PSSI sendiri sebetulnya berharap, Amat tetap bermain di Eropa.
Salahkah keputusan Jordi Amat?
Sebenarnya tidak. Malah, ini menjadi satu keputusan logis buatnya. Maklum, kontraknya bersama KS Eupen (Belgia) tidak diperpanjang. Otomatis, ia perlu mencari klub baru.
Sebenarnya, eks pemain Espanyol ini bisa saja melanjutkan karier di Eropa. Dengan pengalaman pernah bermain di La Liga Spanyol dan Liga Inggris, dia punya nilai tambah yang pasti akan dibutuhkan tim di luar liga-liga top Eropa.
Masalahnya, dengan proses naturalisasinya yang hampir tuntas, melanjutkan kiprah di Eropa jadi riskan. Penyebabnya, liga-liga Eropa biasa menerapkan kuota pemain non-Uni Eropa dalam satu tim.
Berhubung Indonesia bukan negara anggota Uni Eropa, dan Amat sedang dalam proses naturalisasi menjadi WNI, bermain di luar Eropa menjadi pilihan logis. Penyebabnya, jika sudah menjadi WNI, eks pemain Real Betis ini akan dianggap sebagai "pemain asing dengan kualitas setara pemain lokal".
Posisinya juga semakin rumit, karena selain peringkat FIFA nya belum tinggi, hukum di Indonesia juga tidak mengakui status kewarganegaraan ganda. Berbeda dengan Malaysia atau Filipina.
Kasusnya kurang lebih sama dengan Stefano Lilipaly atau Ezra Walian di masa lalu. Kedua pemain kelahiran Belanda ini pada akhirnya sama-sama memilih pindah ke Asia sebelum "menetap" di Liga Indonesia.
Jika kasusnya seperti Elkan Baggott, yang berstatus pemain "home grown" di Ipswich Town (Inggris), dan usianya masih 19 tahun, Jordi Amat mungkin masih bisa tetap lanjut main di Eropa.