Sejak kemunculannya, pandemi telah menjadi satu faktor pengubah dalam banyak hal. Salah satunya, soal kegiatan ibadah di gereja.
Sebelum pandemi datang, beribadah di gereja adalah satu kegiatan yang hampir sepenuhnya lekat dengan kunjungan fisik langsung ke gereja. Tanpanya, ibadah terasa kurang afdol. Orang yang berpemikiran lain hampir pasti dianggap tak biasa.
Belakangan, media streaming memang mulai muncul, tapi belum sepenuhnya bisa menggeser "kemapanan" kunjungan langsung ke lokasi.
Alhasil, kemajuan teknologi yang ada jadi terlihat stagnan. Mereka ada, tapi belum benar-benar dioptimalkan. Paling jauh, masih sebatas menjadi alat bantu di gedung gereja.
Stagnasi ini berlangsung, sampai pandemi datang dan mengubah segalanya. Saat semua akhirnya mulai banyak bergantung pada media virtual jarak jauh, barulah media streaming menjadi ujung tombak, setelah sebelumnya sempat terlupakan.
Situasi ini lalu menghadirkan satu pergeseran budaya cukup drastis. Kunjungan secara fisik atau ikut siaran live streaming menjadi dua pilihan umum.
Dalam perkembangannya, tidak datang secara langsung kini tak lagi tabu, karena ada media pendukung yang ternyata berjangkauan jauh lebih luas.
Lintas batas waktu dan tempat, sehingga bisa diakses, bahkan oleh mereka yang tidak memungkinkan untuk berkunjung langsung, entah karena sedang sakit atau bepergian.
Hebatnya, ini seperti jadi jawaban di tengah sulitnya mengurus perizinan terkait rumah ibadah, khususnya bagi umat dari agama Kristiani. Selama bertahun-tahun, mengurus izin pendirian rumah ibadah bagai berjalan dalam labirin.
Situasi ini seolah menjadi sistematis, karena cukup lama dibiarkan begitu saja. Padahal, keberadaannya sudah diakui negara, bahkan sejak Indonesia merdeka.