Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Saat Dua Raksasa Berkolaborasi

Diperbarui: 18 Desember 2021   20:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Logo CONMEBOL dan UEFA (CONMEBOL.com)

Bicara soal regional atau benua mana yang dikenal sebagai raksasa sepak bola dunia, kebanyakan orang mungkin akan langsung menyebut Eropa dan Amerika Selatan, dalam daftar teratas.

Maklum, juara Piala Dunia memang berasal dari kedua regional ini. Dari 21 edisi yang sudah dihelat, 12 juara dunia berasal dari Eropa, yakni Italia dan Jerman (4 kali juara), Prancis (2 kali), Spanyol dan Inggris (1 kali). Sembilan sisanya diwakili oleh trio raksasa Amerika Selatan, yakni Brasil (5 kali juara), Argentina dan Uruguay (2 kali).

Dominasi mereka juga terlihat, dari banyaknya pemain berkualitas yang muncul di tiap generasi. Ini merupakan hasil dari animo tinggi, yang didukung dengan keberadaan sistem pembinaan usia muda yang baik.

Bukti sederhananya, dari 65 edisi penghargaan Ballon D'Or (1956-2021), hanya satu nama pemenang, yang berasal dari luar Eropa atau Amerika Selatan, yakni George Weah. Legenda AC Milan yang sejak 2018 menjadi presiden di Liberia ini memenangkannya pada tahun 1995.

Sampai Piala Dunia 2002, kemampuan teknik individu yahud para pesepakbola Amerika Selatan mampu mengimbangi kekompakan khas Eropa. Tapi, setelahnya justru makin tertinggal.

Terlepas dari Uruguay yang memang inkonsisten dalam beberapa kesempatan, Brasil dan Argentina yang biasa menjadi unggulan di Piala Dunia juga tampak mulai kesulitan mengimbangi kemajuan teknologi di sepak bola Eropa.

Mereka memang dominan di kandang sendiri, tapi lain soal saat sudah menapak ajang Piala Dunia. Jangankan juara, masuk semifinal saja sudah mulai kesulitan.

Makanya, ketika CONMEBOL, selaku induk sepak bola Amerika Selatan, menggandeng UEFA untuk berkolaborasi, wacana ini jadi terlihat menarik. Dua kekuatan terkuat yang selama ini bersaing akhirnya menyatu dalam wadah Nations League.

Bak gayung bersambut, UEFA pun setuju. Salah satu alasan terbesarnya adalah untuk membendung ide kontroversial FIFA, yang berwacana menjadikan Piala Dunia sebagai event dua tahunan.

Disebut kontroversial, karena FIFA dinilai hanya fokus mengejar cuan, sementara pemain sudah cukup terforsir. Masalah ini kebetulan juga terlihat, dengan adanya jadwal pertandingan sangat padat akibat imbas pandemi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline