Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Mensyukuri Kolapsnya ESL

Diperbarui: 24 April 2021   15:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Headline media terkemuka Eropa menyusul kolapsnya ESL (Telegraph.co.uk)

Menyusul kolapsnya ESL awal pekan ini, ada rasa syukur yang muncul di hati sebagian besar pecinta sepak bola, termasuk saya. Bukan dalam porsi sebagai seorang Kopites, tapi sebagai pecinta sepak bola secara umum.

Oke, dari luar, ide ESL ini memang terlihat menarik. Ada gelimang uang dari sponsor, tak ada degradasi, dan selalu ada big match.

Tapi, ada satu pertanyaan yang mengganjal di pikiran saya, soal big match nonstop ini. Apa benar semenarik itu?

Sebetulnya tidak sama sekali. Selain karena akan membosankan, big match yang terlalu sering atau rutin justru akan merusak keistimewaan duel spesial tersebut.

Dari sisi sejarah, big match memang punya nilai spesial, karena banyak hal yang mewarnainya. Ada prestasi klub, fanatisme suporter, faktor geografis, pemain bintang, sampai faktor kelas sosial.

Tapi, penggagas ESL ini agaknya lupa, yang membuat big match terasa spesial adalah karena duel ini jarang diadakan. Frekuensinya dalam setahun bisa dihitung dengan jari, bahkan ada yang belum tentu bertemu sekali dalam setahun. Misalnya, duel Real Madrid vs AC Milan, Liverpool vs Barcelona, atau Manchester United vs Bayern Munich.

Karena jarang bertemu rutin, ada daya tarik tersendiri yang membuatnya spesial. Daya tarik itu bisa rusak, jika frekuensinya terlalu sering, atau jika salah satu tim terlalu dominan.

Dalam beberapa kesempatan, situasi "jenuh" ini pernah menghinggapi di Liga Spanyol di awal dekade lalu, tepatnya saat laga El Clasico sempat jadi sajian rutin di ajang Piala Super Spanyol dan Copa Del Rey.

Duel ini memang jadi salah satu daya tarik Liga Spanyol, tapi ada rasa jenuh yang menghinggapinya, karena ada terlalu banyak bumbu perang komentar di media. Duel yang seharusnya mendatangkan rasa antusias, justru terlihat menjijikkan.

Pada kasus lain, ada partai "Der Klassiker" di Bundesliga Jerman, yang jadi terlihat membosankan karena kekuatan kedua tim cenderung timpang, karena setiap kali Dortmund punya tim yang tangguh, Bayern siap menggembosinya.

Untuk kasus yang agak ekstrem, ada "De Klasieker" antara Ajax Amsterdam vs Feyenoord Rotterdam di Belanda, dan "Superclasico" antara Boca Juniors vs River Plate di Argentina. Selain karena faktor prestasi, fanatisme suporter juga jadi poin yang selalu diwaspadai di kedua duel ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline