Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Sebuah Keputusan

Diperbarui: 22 Desember 2020   19:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Pixabay.com)

"Buat apa kamu ke ibukota lagi? Biaya mahal, harus berhemat habis-habisan, macet, banjir, sumpek. Banyak orang di sana yang ingin ke daerah."

Bak rentetan pukulan jab, hook, dan swing, kata-kata itu kudengar langsung dari orang-orang terdekat. Benar, aku memang punya rencana kembali ke sana suatu saat nanti, kala keadaan sudah kembali normal, dan semua yang kukerjakan sudah beres. Semua itu sudah disetujui bosku di sini.

Sebagai teman lama, bos memang tahu seperti apa masa laluku, dan kebetulan juga pernah merantau ke berbagai tempat, termasuk ibukota. Ia sudah mengalami dan tahu persis, mengapa orang sepertiku justru menikmati kegilaan di ibukota, alih-alih terintimidasi dengannya.

Jujur saja, itu adalah tempat pertama, yang bisa menerimaku apa adanya, dan membiarkanku membaur dengan lepas. Satu hal yang tak benar-benar kutemukan di Kota Klasik, yang kadang melihat tubuh.

Sekembalinya ke Kota Klasik, aku memang mendapat pekerjaan, yang akan dimulai segera setelah tahun baru berlalu. Aku memilih jeda sejenak sebelum memulainya, karena setahun ini sudah sangat melelahkan.

Meski bukan liburan mewah, aku benar-benar menikmatinya. Setidaknya, ada waktu bebas, tak memikirkan apapun, tanpa harus pergi piknik kemana-mana.

Tapi, di waktu inilah aku menyadari, ada belenggu yang ingin mengikat, meski saat aku diminta pulang, tak ada yang keberatan andai aku kembali ke sana suatu saat nanti. Ini membuatku kesal.

Aku sudah membuktikan bisa hidup di ibukota, melewati kesulitan demi kesulitan nyaris seorang diri, tanpa pernah merengek minta kiriman saat kesulitan, termasuk saat pagebluk menyerang.

Ada keluarga besar, yang benar-benar bisa memaklumi situasiku, dan tak pernah menuntut untuk selalu datang. Mereka tahu persis, seperti apa situasi di lapangan, dan itu menjadi satu hal paling melegakan buatku.

Aku memang melihat ada drama di sana-sini, tapi aku hanya diminta duduk manis dan menonton saja. Aku menurut, karena itu memang bukan porsiku.

Jadi, saat aku kembali, ada pergulatan dalam hatiku, karena harus kembali didikte, meski sedang dalam masa istirahat. Apa-apaan ini?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline