Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Saya, Membaca, dan Menulis

Diperbarui: 7 Oktober 2020   21:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Tribunnews.com)

Bicara soal ngeblog, setiap orang pasti punya cerita masing-masing, khususnya tentang bagaimana proses yang dijalani, termasuk dalam hal menemukan gaya bahasa ideal. Hal itu juga saya alami, dan masih terus saya jalani.

Dari latar belakang pendidikan, saya memang bukan anak bahasa atau sastra. Nilai bahasa Indonesia saya pun tergolong biasa saja, tidak jelek, tapi kurang pantas disebut ekselen.

Jadi, dasar pengetahuan saya benar-benar nol besar, terutama jika dibanding mereka yang jago bahasa, atau punya latar belakang pendidikan linguistik. Istilah keriting macam semantik dan semiotika saja, baru saya dengar pertama kali saat sudah lulus kuliah.

Satu-satunya hal, yang banyak membantu saya di sini adalah kegemaran membaca sejak masih bocah. Jenis bacaannya memang gradual, sesuai umur, meski ada yang saya rasa terlalu cepat atau terlalu lambat.

Misalnya, saya sudah menuntaskan buku novel sejarah Pentalogi Gajah Mada (karya Langit Kresna Hariadi), novel "Anak Bajang Menggiring Angin", dan buku catatan sepak bola (karya Romo Sindhunata) saat masih SMP, juga gemar membaca koran sejak masih SD.

Lucunya, pada saat bersamaan, saya juga masih menggemari cerita komedi, atau manga lawas macam Doraemon dan Kung Fu Boy, di usia yang tak layak disebut remaja.

Pada prosesnya, kegemaran membaca ini ternyata naik tingkat menjadi menulis. Meski berbeda tingkat, dua hal ini sama-sama menyenangkan saat kita menyatu dengannya.

Bedanya, saat membaca, kita hanya perlu menikmati sajian cerita dan menikmatinya sampai tuntas, seperti orang sedang makan.

Sementara itu, menulis jauh lebih kompleks, karena kita dituntut untuk tak hanya memikirkan diri sendiri, tapi juga harus memikirkan, apa rangkaian kata yang kita pakai bisa dipahami pembaca atau tidak, dan apakah diri kita benar-benar ada di tulisan itu atau tidak.

Bagi saya, dua hal ini sangat penting, karena sebagus apapun idenya, percuma jika tak bisa dipahami pembaca. Apalagi, jika tulisan itu ternyata seratus persen plagiat.

Maka, penting bagi saya untuk bisa memastikan, tulisan saya singkat, padat, jelas, dan berkarakter. Secara khusus, "singkat" di sini juga merupakan cara menyiasati kekurangan syaraf motorik bawaan saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline