"Pendidikan adalah kunci"
Begitulah kata mutiara turun temurun, yang terus membakar semangat siapapun, yang ingin memperbaiki nasib.
Tak heran, banyak kisah perjuangan demi bisa menuntut ilmu. Ada yang bekerja sampingan, bahkan ada yang sampai harus bertaruh nyawa, hanya untuk sampai sekolah.
Aku sendiri ingat, dengan tubuh ringkih ini, aku berjibaku di jalanan sepulang sekolah, berlelah-lelah dengan tugas, sampai ter-bully secara mengenaskan, hanya karena tubuh ini jadi pembeda.
Seiring berjalannya waktu, aku memang terbiasa menjadi sendirian diantara orang-orang normal itu. Tapi, tetap saja ada saat dimana aku merasa muak dan ingin berhenti saja.
Tapi, itu semua hanya berakhir menjadi satu kekesalan sesaat. Tepatnya, setelah Opa berkata, "Badanmu memang lemah, tapi karena itulah kamu harus belajar.".
Benar, inilah jalan perbaikan nasib, untuk bisa tetap bersaing dengan mereka, yang memang sudah sangat sejahtera, bahkan sejak masih berupa angan dalam pikiran orang tuanya.
Tapi, penolakan demi penolakan, dan berbagai kesulitan nyatanya kudapat karena tubuhku ini. Di sini, aku pernah merasa semua serba tak adil.
Semua usaha susah payah mentah dengan enaknya, sementara itu, mereka tetap bisa berleha-leha, menjadi tuan walaupun putus sekolah berkali-kali.
Memang, masih ada diantara mereka, yang mau membaur, turun ke bawah. Sayang, itu hanya ada satu dari seribu. Sisanya memilih ada di atas awan, terbutakan obsesi menjadi bintang.
Jujur saja, aku merasa ini adalah satu penghinaan. Semua usaha dan pengorbanan seperti tak berguna.