Setelah sempat optimis bisa me-restart kompetisi Liga 1 pada 1 Oktober 2020, PSSI akhirnya harus gigit jari, karena pada Selasa (29/9), pihak kepolisian tak mengeluarkan izin keramaian.
Maklum, angka pertambahan kasus pandemi Corona di Indonesia masih belum bisa dikendalikan sepenuhnya.
Alhasil, PSSI berencana menunda lagi kick off restart kompetisi pada bulan November mendatang. Langkah ini jelas kurang bijak. Mengapa?
Karena, ini hanya akan memperpanjang ketidakpastian yang sudah ada. Jika izin keramaian dari polisi masih gagal didapat bulan depan, PSSI harus rela "menyudahi" kompetisi musim 2020.
Ini mendesak, karena jika PSSI masih bersikeras ingin melanjutkan kompetisi, maka mereka harus bersiap kehilangan kepercayaan sponsor. Ketidakbecusan mereka dalam menangani situasi dan menjamin kepastian waktu restart kompetisi, jelas menjadi nilai merah untuk kredibilitas mereka.
Lagipula, dalam situasi ekonomi yang sedang lesu seperti ini, kebanyakan perusahaan sponsor pasti akan lebih memilih untuk fokus mempertahankan diri. Kecuali jika mereka punya cadangan dana tak terbatas, dan mau berbaik hati menjadi donatur liga.
Akan gawat jika PSSI bersikeras, dan masalah lanjutan muncul. Ini bisa membuat FIFA mencoret status tuan rumah Indonesia di Piala Dunia U-20, hanya karena PSSI dianggap lalai.
Masalah lainnya, masa penuh ketidakpastian ini sudah banyak membebani keuangan klub. Pemasukan berkurang signifikan, tapi argo pengeluaran terus berjalan, terutama untuk operasional dan gaji pemain, meski jumlahnya kena potong cukup signifikan.
Itu belum seberapa, karena klub juga masih harus memberikan pesangon untuk pemain yang pergi, dan menyiapkan anggaran gaji untuk pemain baru. Berat kan?
Oke, PSSI boleh saja menyebut, ada bantuan dana subsidi untuk klub. Tapi, dengan kredibilitas mereka yang selama ini rutin ditampilkan, bantuan itu justru akan menambah masalah, khususnya jika bantuan terlambat datang.
Apa gunanya memberi oksigen saat yang membutuhkan sudah kehabisan napas?