Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Potong Gaji Pejabat Tinggi, Kenapa Tidak?

Diperbarui: 8 April 2020   14:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompas.com

Dalam beberapa waktu terakhir, merebaknya pandemi COVID-19 di seluruh dunia, termasuk Indonesia sudah mempengaruhi berbagai sektor kehidupan masyarakat, termasuk ekonomi. Di sektor swasta, "penyesuaian gaji" banyak dilakukan perusahaan, menyusul seretnya pemasukan, dan himbauan pemerintah untuk melakukan "social distancing" dan "work from home" bagi para pekerja.

Pemerintah sendiri, juga turut memberikan program bantuan untuk masyarakat terdampak, antara lain dengan memberikan subsidi tarif listrik dan relaksasi kredit. Tapi, upaya pemerintah tak berhenti sampai disitu.

Pasalnya, seperti dilansir dari Kompas.com, (7/4), pemerintah berencana melakukan realokasi anggaran Kementerian/Lembaga kurang prioritas dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2020 untuk percepatan pencegahan dan penanganan virus corona.

Nilai realokasi anggaran tersebut mencapai Rp 62,3 triliun yang berasal dari pemangkasan penghematan sejumlah belanja di kementerian/lembaga, termasuk belanja barang, seperti perjalanan dinas yang dipangkas hingga 50 persen, plus honor, dana yang terblokir, serta output cadangan.

Jika hanya melihat sekilas dari angkanya, nilai realokasi anggaran tersebut terlihat besar, karena sudah mencapai angka puluhan triliun rupiah. Ya, Anda tidak salah baca: puluhan triliun rupiah.

Tapi, mengingat luasnya area dan sektor kehidupan masyarakat yang terdampak, angka tersebut sebetulnya masih belum cukup, bahkan kurang. Sebagai contoh, untuk saat ini saja, masih banyak rumah sakit yang kekurangan masker dan Alat Pelindung Diri (APD) untuk tenaga paramedis. Padahal, dalam situasi saat ini, mereka berada di garis terdepan.

Maka, pemerintah harus menyiapkan dana lebih. Apalagi, jika program percepatan pencegahan dan penanganan COVID-19 juga berkesinambungan dengan program percepatan pemulihan ekonomi negara setelahnya. Dengan catatan, anggaran negara tak boleh sampai minus karenanya.

Di antara semua sumber dana yang bisa dialihkan, gaji atau tunjuangan para pejabat tinggi, menteri, anggota DPR, direksi hingga komisaris BUMN adalah satu yang punya potensi nilai paling besar. Bukan hanya dari segi nilai rupiah, tapi juga dampak yang dapat dihasilkan.

Seperti diketahui, gaji atau tunjangan para pejabat tinggi ini tergolong "wah", lebih dari cukup, bahkan jika masih harus dipotong. Berangkat dari situasi ini, mereka seharusnya menjadi pihak yang paling pertama mendapat penyesuaian gaji, jika negara dalam keadaan darurat seperti sekarang. Karena, mereka tak akan merasakan dampak seberat yang dirasakan rakyat kecil, kecuali jika mereka biasa hidup berfoya-foya.

Jika melihat situasi saat ini, opsi pemotongan gaji atau tunjangan para pejabat tinggi sudah selayaknya dijalankan. Bagaimanapun, mereka adalah pelayan publik, yang gajinya berasal dari pajak masyarakat. Jadi sungguh tak elok kalau di tengah situasi sulit seperti sekarang, pelayan masyarakat justru masih punya gaji jauh di atas majikan mereka.

Lagipula, jika para pejabat tinggi ini mau menerima pemotongan gaji, sentimen positif akan hadir dengan sendirinya. Masyarakat tak lagi merasakan "berjuang sendiri" dalam situasi sulit, karena para pejabat ikut berbela rasa. Sentimen positif juga akan turut hadir di berbagai sektor kehidupan masyarakat. Otomatis, rasa khawatir karena pandemi COVID-19, bisa diimbangi dengan sentimen positif, yang jelas-jelas bersifat konstruktif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline