Judul di atas adalah pendapat kebanyakan pecinta bola saat ini, menyusul kekalahan Argentina atas Kolombia dalam laga perdana grup B Copa America 2019 pada Minggu (16/6, WIB).
Dalam laga ini, La Albiceleste takluk 0-2 atas Los Cafeteros lewat gol-gol yang dicetak Roger Martinez dan Duvan Zapata, masing-masing pada menit ke 71 dan 86.
Sebelum laga ini dimulai, Argentina (seperti biasa) lebih difavoritkan meraih kemenangan. Maklum, tim asuhan Lionel Scaloni diperkuat si nomor 10 Lionel Messi yang masih cukup produktif bersama Barcelona di usia menjelang 32 tahun. Ditambah lagi, Tim Tango adalah finalis Copa America di dua edisi terakhir.
Sementara itu, Kolombia yang kini diasuh Carlos Queiroz (Portugal) masih mengandalkan muka-muka lama macam James Rodriguez (Bayern Munich) dan Radamel Falcao (AS Monaco) yang sinarnya agak redup bersama klub masing-masing. Tak heran, kekalahan Argentina kali ini terasa mengejutkan.
Tapi, jika melihat bagaimana Messi bermain, kekalahan ini justru terasa wajar. Karena, selain memikul ekspektasi besar suporter Argentina (seperti biasa), ia juga mengemban tugas sebagai kapten dan motor serangan tim. Otomatis, Messi akan disorot tajam jika Argentina gagal meraih poin penuh apalagi sampai kalah, seperti saat melawan Kolombia.
Dengan beban seberat itu, wajar jika Messi kerap kesulitan tampil lepas di timnas. Kemampuannya dalam menentukan hasil akhir pertandingan begitu diandalkan. Jika Messi tampil baik, Argentina adalah tim yang berbahaya, tapi jika performa Messi jeblok, Argentina adalah tim yang dalam bahaya.
Situasi ini jelas membuat lawan mafhum betul, mematikan daya dobrak Messi adalah rumus kunci meredam daya serang Argentina. Rumus ini diterapkan Kolombia, dengan menugaskan duet bek andalan mereka, yakni Yerry Mina (Everton) dan Davinson Sanchez (Tottenham Hotspur) untuk "mengamankan" Messi.
Alhasil, daya serang Argentina jadi melempem. Meski membuat sejumlah peluang bersih, buruknya kualitas penyelesaian akhir membuat gawang Kolombia tetap perawan. Sementara itu, di lini serang, Kolombia mampu memanfaatkan peluang dan mencetak dua gol ke gawang Argentina.
Meski masih punya dua laga sisa, yakni melawan Paraguay dan Qatar, kekalahan dari Kolombia seharusnya bisa menjadi peringatan bagi Argentina untuk tak membebankan semuanya kepada Messi. Apalagi, Messi datang ke timnas dengan kondisi mental agak "terluka" menyusul kekalahan Barcelona di semifinal Liga Champions dan final Copa Del Rey. Jika Argentina masih bersikeras, agaknya kita akan kembali bersiap melihat Messi tampil melempem bersama Tim Tango.
Menariknya, situasi Messi di timnas Argentina seolah menegaskan, seorang "pembeda" yang brilian belum tentu juga mampu menjadi "pemimpin" yang baik. Karena, seorang "pembeda" perlu ruang gerak cukup luas untuk menjalankan tugasnya dengan baik, sementara seorang "pemimpin" harus mampu mengatur dan menyemangati timnya dalam kondisi buruk sekalipun, untuk membantu tim meraih hasil positif.