Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Saat PSSI Mengaku Salah

Diperbarui: 23 Oktober 2018   12:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

bola.kompas.com

Pada Minggu (21/10/2018) lalu, bertepatan dengan ditunjuknya Bima Sakti sebagai pelatih Timnas Indonesia, melalui akun Instagramnya @luismillacoach, Luis Milla mengunggah foto beserta ucapan perpisahan. Karena, ia tidak lagi menjadi pelatih timnas Indonesia.

Dalam ucapan perpisahan itu, Luis Milla juga menulis kritik kepada PSSI. Luis Milla menyebut selama 10 bulan terakhir masa kerja di Timnas Indonesia, dirinya merasa ada keburukan dalam manajemen, rendahnya profesionalitas para petinggi PSSI, hingga pengingkaran perjanjian kontrak dari PSSI.

Menanggapi hal ini, Yoyok Sukawi, salah satu anggota Exco PSSI, memaklumi keluhan Luis Milla. Dia mengakui, PSSI memang sering terlambat membayar gaji eks pemain Barcelona dan Real Madrid itu.

"Memang, saat pembayaran gaji itu, kami PSSI sering terlambat, saya akui. Makanya Milla bilang di situ, bahwa PSSI itu tidak profesional. Lalu sering mengingkari kontrak, itu bukan memutuskan kontrak sepihak. Itu betul yang dikatakan Luis Milla ada masalah gaji," ucap Yoyok Sukawi, seperti dilansir Kompas.com, (22/10).

Jika melihat "kultur" sepak bola nasional selama ini, apa yang dilakukan oleh PSSI ini sebenarnya bukan hal baru. Sebelumnya, masalah ini juga terjadi saat Alfred Riedl (Austria) menukangi Tim Garuda beberapa waktu lalu. Lebih jauh lagi, kebiasaan jelek ini  juga menjadi hal biasa, yang masih dilakukan beberapa klub Liga Indonesia.

Misalnya, seperti pada kasus Sriwijaya FC musim ini, yang ditinggal pergi sejumlah sosok kunci, seperti Rahmad Darmawan (pelatih) dan Makan Konate (kini di Arema FC). Mereka meninggalkan Sriwijaya FC di awal putaran kedua Liga 1 musim ini, karena masalah tunggakan gaji. Masalah ini muncul setelah Laskar Wong Kito terkena krisis keuangan.

Kebetulan, aturan FIFA memperbolehkan pemain atau pelatih memutus kontraknya, jika klub tak membayar gaji, minimal tiga bulan berturut-turut. Alhasil, eksodus pun terjadi. Padahal, di awal musim ini, mereka begitu jor-joran berbelanja pemain, dan sempat bersaing di papan atas klasemen Liga 1.

Fenomena ini sebenarnya tak mengejutkan, karena PSSI yang seharusnya bisa menjadi teladan buat klub, malah memberi teladan buruk. Celakanya, tak ada pembenahan serius, untuk menghapusnya. Akibatnya, fenomena ini menjadi budaya negatif di sepak bola nasional. Meski profesionalisme rajin digembar-gemborkan PSSI, nyatanya perilaku tak profesional semacam ini masih saja dilakukan.

Oke, pada kasus Luis Milla kali ini, kejujuran PSSI dalam hal mengakui kesalahannya adalah satu hal positif, yang termasuk jarang dilakukan PSSI. Tapi, hal ini bisa menjadi satu perseden buruk sepak bola kita, di mata sepak bola internasional. Jika tak ada pembenahan secara serius di masa depan, pelatih asing akan enggan menerima tawaran melatih timnas.

Karena, meski punya portofolio berupa "pernah dilatih Luis Milla, eks pelatih timnas junior Spanyol", kasus tunggakan gaji Luis Milla ini adalah nilai minus tersendiri. Lagipula, siapa sih, yang mau bekerja dengan target prestasi tinggi, tapi gajinya ditunggak? Bukannya tak percaya pelatih lokal. Tapi, berhubung saat ini kita masih belum punya sistem pembinaan pelatih yang baik, kehadiran pelatih asing berkualitas masih diperlukan, untuk meningkatkan kualitas pelatih lokal. 

Seharusnya, kasus Luis Milla ini bisa dijadikan momentum PSSI, untuk mulai serius menggarap pembinaan pelatih lokal. Supaya di masa depan, Indonesia punya pelatih lokal berkualitas, dan mampu lepas dari ketergantungan akan pelatih asing sebagai nahkoda timnas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline