Start mulus, itulah gambaran sederhana dari performa Liverpool di lima laga awal EPL musim ini. Catatan performa ini didapat, setelah mereka menang 2-1 atas Tottenham Hotspur di Wembley, Sabtu, (15/9). Kemenangan ini didapat Liverpool, setelah gol-gol Giorginio Wijnaldum dan Roberto Firmino hanya mampu dibalas oleh satu gol Erik Lamela.
Meski tak setajam Chelsea (yang juga mencatat start mulus), catatan lima kali menang dari lima laga yang mereka jalani, jelas menjadi satu catatan positif tersendiri, buat tim yang sebelumnya akrab dengan inkonsistensi performa.
Seperti diketahui, dalam beberapa tahun terakhir, Liverpool kadung akrab dengan inkonsistensi performa. Kadang, mereka begitu tangguh saat bertemu tim besar, tapi kerap kalah secara konyol atas tim kecil.
Jika melihat performa Liverpool secara sekilas, mungkin orang akan berkata, capaian ini tak lepas dari keampuhan trisula Firmino-Mane-Salah di lini depan Liverpool. Oke, trio pemain gesit ini memang punya kombinasi sangat cair, dan mampu mencetak gol secara bergantian. Tapi, sebenarnya ini adalah hasil dari sinergi semua lini, yang dipadu dengan kecerdasan taktikal plus strategi belanja pemain yang efektif.
Di lini tengah, hal ini dapat dilihat dari kehadiran sosok Naby Keita (Guinea) dan Xherdan Shaqiri (Swiss), yang sama-sama didatangkan Liverpool di musim panas ini. Kehadiran mereka mampu membuat Liverpool punya opsi lebih di lini tengah. Keita punya daya jelajah dan visi bermain bagus. Shaqiri punya kecepatan dan kemampuan menyerang cukup baik.
Kehadiran mereka, mampu menjadi solusi bagi lini tengah Liverpool, yang musim lalu tampak minim kreativitas. Memang, mereka masih punya Alex Oxlade-Chamberlain, yang sebenarnya punya kualitas cukup baik. Tapi, eks pemain Arsenal ini masih belum sembuh dari cedera ligamen lutut. Jadi, Keita akan banyak diandalkan Juergen Klopp, sebagai motor lini tengah Liverpool. Sementara itu, Shaqiri akan dimainkan, saat Si Merah butuh tambahan daya gedor.
Di area pertahanan, kehadiran Alisson (Brasil), kiper yang digaet dari AS Roma, menjadi pelengkap kepingan puzzle konsep "Gegenpressing" ala Juergen Klopp, setelah di pertengahan musim lalu mendatangkan Virgil Van Dijk, bek tengah asal Belanda, dari Southampton.
Kehadiran dua pemain ini, membuat lini belakang Liverpool terlihat lebih solid. Van Dijk mampu menjadi komandan lini belakang yang baik, sementara Alisson punya kemampuan individu dan komunikasi cukup baik, bahkan ia tak segan untuk memarahi rekan-rekannya yang membuat kesalahan saat mengamankan bola di area pertahanan. Kiper timnas Brasil ini juga cepat belajar, dari blunder yang sempat ia buat di pekan keempat Liga Inggris (Vs Leicester City).
Meski sempat dikritik Kopites, karena tak mendaratkan bek tengah baru, nyatanya keputusan Klopp kali ini terbukti jitu. Karena, Liverpool punya sosok bek tengah muda yang mulai bisa diandalkan di tim utama. Ia adalah Joe Gomez (21), bek serba bisa asal Inggris.
Sebelumnya, Gomez biasa bermain sebagai bek kanan. Tapi, cederanya Dejan Lovren membuat Gomez dimainkan Klopp sebagai bek tengah. Sejauh ini eksperimen Klopp terbukti berhasil. Gomez mampu menjadi tandem ideal untuk Van Dijk, dan mampu mengisi peran yang sebelumnya biasa dijalankan oleh Dejan Lovren, bek tengah asal Kroasia yang masih absen karena cedera.
Dari segi jumlah pemain yang didatangkan, mungkin Liverpool terlihat tak banyak berubah dibanding sebelumnya. Tapi, kedatangan Alisson, Shaqiri dan Keita terbukti mampu meng-upgrade kualitas tim secara keseluruhan. Belum lagi jika Fabinho (Brasil) sudah tune-in. Karena, kekuatan antarlini Liverpool musim ini lebih seimbang: tajam saat menyerang (meski tanpa sosok penyerang murni), punya transisi permainan yang cepat, dan kuat saat bertahan. Jika mereka mampu menjaga konsistensi, boleh jadi mereka akan berbicara banyak musim ini.