Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Bukan Sepenuhnya Salah Mohamed Salah

Diperbarui: 20 Juni 2018   14:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Washingtonpost.com

Judul diatas, adalah kesimpulan sederhana saya, atas performa minor timnas Mesir di Rusia. Seperti diketahui, Tim Firaun menjadi tim pertama yang angkat koper dari Rusia, setelah kalah 1-3 dari tuan rumah Rusia, Rabu, (20/3, dinihari WIB). Kekalahan ini didapat, setelah gol-gol Artem Dzyuba, Denis Cheryshev, dan gol bunuh diri Ahmed Al Fath, hanya mampu dibalas oleh gol penalti Mohamed Salah.

Jika hanya melihat sekilas, Salah bisa jadi akan dipersalahkan akibat performa memble timnas Mesir di Rusia. Karena, ia dinilai gagal mereplikasi performa hebatnya dalam setahun terakhir, baik bersama Liverpool maupun timnas Mesir.

Tapi, jika melihat situasinya, sebetulnya itu bukan sepenuhnya salah Mohamed Salah. Tapi, itu adalah kesalahan timnas Mesir secara kolektif. Dari sisi tim, mereka gagal mengatasi tekanan harus menang melawan Rusia.

Meski sempat menahan imbang Rusia di babak pertama, mental Tim Firaun langsung ambruk, setelah Ahmed Al Fath, yang notabene kapten tim, membuat gol bunuh diri. Akibatnya, timnas Rusia kian merajalela, dan sulit dibendung. Alhasil, gol penalti Mohamed Salah hanya menjadi "hadiah hiburan" belaka.

Jika melihat performa Salah secara personal, kita bisa melihat, Salah masih tampak sangat kikuk di laga ini. Ia tampak begitu hati-hati, dengan dirinya berusaha meminimalkan kontak fisik dengan pemain Rusia. Jelas, ia masih menyisakan trauma, pada cedera bahu yang didapatnya di final Liga Champions bulan Mei lalu. Alhasil, performa Salah tak optimal.

Di sini, terlihat jelas, timnas Mesir terlalu memaksakan Salah tampil di Rusia. Jika melihat kemampuannya, Salah yang dalam kondisi prima memang bisa berdampak besar buat performa tim di lapangan. Sayang, Salah berangkat ke Rusia dalam kondisi tidak fit karena masih cedera bahu. Akibatnya, sistem permainan, dan performa timnas Mesir di Rusia jadi acakadut. Karena, pelatih Hector Cuper sudah terlanjur membangun sistem permainan timnas Mesir, dengan Salah sebagai motornya.

Dalam situasi ini, agaknya timnas Mesir tak belajar dari pengalaman timnas Kolombia dan timnas Spanyol di Piala Dunia 2014 di Brasil. Kala itu, kedua tim ini, sama-sama punya ujung tombak serangan, yang pulih dari cedera menjelang turnamen dimulai. Mereka adalah Radamel Falcao (Kolombia), dan Diego Costa (Spanyol).

Keduanya memang punya kemampuan yang layak diandalkan timnas masing-masing. Tapi, Falcao dan Costa mengalami nasib berbeda. Falcao dicoret pelatih Jose Pekerman, karena kondisinya dinilai belum fit. Sementara itu, Costa yang belum fit tetap dibawa pelatih Vicente del Bosque ke Brasil, karena perannya dianggap penting.

Kedua keputusan kontras ini, menuai hasil yang juga kontras di Brasil. Meski tanpa Falcao, Kolombia mampu mencatat sejarah. Mereka mampu melaju ke babak perempatfinal, dengan James Rodriguez mampu menjadi top skorer turnamen dengan 5 gol yang dicetaknya. Sementara itu, performa Costa justru melempem di Brasil, dan timnas Spanyol pun tersingkir di fase grup.

Apa yang dialami Salah di Rusia, seolah menjadi de ja vu dari apa yang pernah dialami Costa di Brasil. Disisi lain, kegagalan Tim Firaun di Rusia membuktikan, sehebat apapun kemampuan seorang pemain bintang, ia hanya akan menjadi senjata makan tuan buat timnya, jika ia dipaksakan tampil, saat dalam kondisi kebugaran fisik dan mental yang kurang baik.

Jangan Nonton Bola Tanpa Kacang Garuda

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline