Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

"Aksi Bela Salah" Apa Gunanya?

Diperbarui: 31 Mei 2018   01:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dailystar.co.uk

Akhir-akhir ini, banyak beredar pesan atau postingan di media sosial, terkait rencana "Aksi Bela Salah", di depan Kedutaan Besar Spanyol untuk Indonesia, pada Kamis, (31/5), di Jakarta. Tujuan aksi ini, adalah untuk menyuarakan dua tuntutan. Pertama, Sergio Ramos harus dihukum, atas aksinya meng-K.O Mohamed Salah, bintang Liverpool dan timnas Mesir, di final Liga Champions. Kedua, menuntut dicabutnya gelar Liga Champions Real Madrid, yang dinilai "didapat dengan cara curang", yakni dengan meng-KO Mohamed Salah.

Jujur saja, meski tampak simpatik, sebagai seorang Kopites, rencana aksi ini membuat saya merasa sangat malu. Karena, aksi ini terkesan "cengeng" tapi terlambat. Final Liga Champions berlangsung pada Minggu, (27/5, dinihari WIB), di Kiev, Ukraina. Pertanyaannya, kenapa di Indonesia baru diadakan demo 4 hari setelahnya?

Lebih anehnya lagi, disaat netizen Mesir (negara asal Salah) sudah melakukan "aksi bela Salah" lewat penandatanganan petisi di dunia maya, kenapa para "pembela Salah" di Indonesia malah repot-repot turun ke jalan? Apa gunanya?

Okelah, para pelaku aksi "bela Salah" ini bisa beralibi, ini adalah aksi solidaritas mendukung Mohamed Salah, yang notabene seorang Muslim. Tapi, jika jadi dilakukan, aksi ini justru akan membuat Indonesia jadi bahan tertawaan dunia. Apalagi, aksi ini dilakukan di Kedubes Spanyol di Jakarta, bukan di markas UEFA di Nyon, Swiss.

Karena, aksi ini malah menunjukkan, bangsa kita adalah bangsa yang "norak", sulit menerima kekalahan, dan mudah bersikap "overproud", hanya karena ada satu kesamaan sederhana. Untuk kasus aksi "bela Salah" ini, pernyataan berikut bisa dijadikan renungan: Mohamed Salah memang seorang Muslim, tapi dia orang Mesir, bukan Indonesia. Lagipula, waktu Zidane (legenda timnas Prancis yang juga seorang Muslim) dulu dikartumerah wasit di final Piala Dunia 2006, tak ada aksi "bela Zidane" di Indonesia 'kan? Satu lagi, operator kompetisi Liga Champions adalah UEFA, bukan pemerintah Spanyol.

Lebih jauh, aksi ini jelas mengingkari nilai sportivitas dalam olahraga. Parahnya, aksi "bela Salah" ini malah menafikan satu fakta kunci lain penyebab kekalahan Liverpool di Kiev: blunder ganda kiper Loris Karius. Kalaupun Salah tak di-KO Sergio Ramos, tapi Karius tetap membuat blunder ganda, Liverpool tetap akan kalah. Jadi, aksi "bela Salah" takkan membuat Liverpool  otomatis menjadi juara Liga Champions. Malah, itu hanya akan membuat Liverpool dan Kopites malu.

Saya sendiri, sebagai seorang Kopites mengakui, Real Madrid menang di Kiev karena mereka memang bermain lebih baik dari Liverpool. Dengan pengalaman dan kualitas yang mereka punya, Real sukses mengeksploitasi kegugupan skuad Liverpool. Jadi, wajar jika mereka menang. Malah, kekalahan ini bisa menjadi tolok ukur Si Merah, terkait kelemahan yang harus diperbaiki musim depan.

Soal cedera Salah, itu memang risiko umum di sepak bola profesional, berani main bola, berarti siap dengan semua risikonya, termasuk mendapat cedera. Jadi seharusnya tak ada lagi yang perlu dipersoalkan.

Jika para "pembela Salah" ini akhirnya benar-benar berdemo, saya ragu mereka adalah Kopites sejati. Karena, mereka tak mau menerima kekalahan. Padahal, Liverpool adalah tim yang grafik performanya kerap naik turun seperti jet coaster. Tapi, justru disitulah rasa cinta Kopites terbangun dan semakin kuat.

Bagaimanapun, sepak bola bukan olahraga untuk mereka yang hanya ingin menang, atau berpandangan sempit. Sepak bola adalah olahraga untuk mereka yang siap menerima kekalahan, seperti mereka siap menerima kemenangan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline