Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Lika-liku Kiprah Fernando Torres

Diperbarui: 17 Mei 2018   12:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PHILIPPE DESMAZES/ AFP

Jika bicara soal kiprah Fernando Torres alias El Nino (34) di level klub, ada satu hal, yang mampu mendeskripsikannya secara sederhana, yakni serba tak lengkap. Memang, saat memulai karir senior di Atletico Madrid, tahun 2000, sebagai jebolan akademi Atleti, Torres mampu mengembangkan reputasinya sebagai seorang penyerang berkualitas sekaligus menjadi ikon klub yang dicintai suporter. Tak heran, Liverpool lalu memboyongnya ke Stadion Anfield tahun 2007.  

Tapi, ia meninggalkan Atleti dengan satu catatan minor: nirgelar bersama Atleti.

Di Anfield, Torres mampu berkembang pesat, dan menjadi penyerang kelas dunia. Tak hanya itu, Torres juga sukses meraih gelar Piala Eropa 2008 dan Piala Dunia 2010 bersama timnas Spanyol. Sayang, meski sukses secara personal, dan mampu meraih gelar bersama timnas, Torres nirgelar bersama klub Merseyside ini. Ia lalu pindah ke Chelsea awal tahun 2011, dengan ongkos 50 juta pounds, sebuah rekor transfer liga Inggris ketika itu.

Tapi, status "pemain termahal" membuat peruntungan Torres di Chelsea malah berbanding terbalik, dengan peruntungannya di Atletico dan Liverpool. Secara performa, performa El Nino di Chelsea justru dibawah harapan. Malah, ia kerap jadi bahan olokan akibat performanya ini. Meski begitu, di Chelsea, ia sukses meraih 1 gelar Piala FA, 1 gelar Liga Champions (keduanya musim 2011/2012), dan 1 gelar Liga Europa (2012/2013). Praktis, di periode suramnya bersama Chelsea, satu-satunya jejak tersisa, dari "kesaktian" Torres hanyalah raihan juara Piala Eropa 2012, dan Sepatu Emas Piala Eropa 2012 bersama timnas Spanyol.

Kiprah Torres di Chelsea berakhir awal tahun 2015, saat AC Milan (klub yang meminjamnya) mempermanenkan status Torres. Uniknya, segera setelah itu, ia pulang ke Atletico Madrid, klub cinta pertamanya, dengan Atleti membarter Alessio Cerci, pemain sayap asal Italia ke Milan.

Sekembalinya ke Atleti, Torres menikmati peran barunya sebagai pemain spesialis pengganti, dan peran lamanya sebagai ikon klub. Menariknya, di periode keduanya bersama Atleti inilah, Torres akhirnya mampu mewujudkan mimpi lamanya; meraih gelar juara bersama Atleti. Momen itu terwujud, saat Atletico meraih gelar Liga Europa musim 2017/2018, setelah menghajar Marseille (Prancis) 3-0, Kamis, (17/5, dinihari WIB) lewat gol Antoine Griezmann (2 gol) dan Gabi.

Momen manis ini terasa begitu indah buat Torres, karena di laga ini ia ikut bermain di menit-menit akhir. Gelar ini juga menjadi kado perpisahan yang manis, karena Torres akan meninggalkan Atleti akhir musim ini.

Menariknya, kiprah Torres di Atletico menampilkan satu sisi romantis sepak bola, yang kadang penuh liku seperti halnya mengejar cinta. Kisah manis Torres dan Atletico, sekaligus mematahkan mitos "cinta pertama takkan berakhir bahagia".

 Karena, bersama Atleti-lah Torres akhirnya mampu meraih kesuksesan dalam karier bermainnya secara utuh, baik secara performa individu, maupun dari sisi kolektif, berupa raihan gelar juara. Uniknya, kedua hal ini, masing-masing dicapai Torres secara terpisah, dalam dua periode kiprahnya bersama Atleti. Sebuah kisah cinta pertama yang berakhir bahagia.

Selamat Torres dan Atletico!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline