Tanpa kemenangan, dan gagal mencetak gol. Itulah performa Timnas U-23 di Anniversary Cup 2018. Dua hasil imbang tanpa gol (Vs Korea Utara dan Uzbekistan), dan satu kekalahan (0-1 atas Bahrain), yang didapat timnas, menyisakan beberapa PR tambahan jelang Asian Games 2018.
PR pertama, berkaitan dengan aspek emosi para pemain. Penampilan timnas di Anniversary Cup menunjukkan, emosi menjadi salah satu titik lemah timnas. Temperamen sumbu pendek ini, rawan dimanfaatkan tim lawan, terutama tim yang gemar memprovokasi lawan. Kelemahan ini misalnya muncul, saat Rezaldi Hehanusa dikartu merah saat melawan Bahrain, dan insiden keributan antarpemain, saat melawan Uzbekistan. Menariknya, di turnamen kali ini, timnas seperti mendapat pelajaran, tentang "cara memprovokasi lawan yang baik dan benar". Pastinya, hal ini bisa sangat berguna buat timnas. Terutama saat menghadapi tim yang "tricky". Karena, trik-trik provokatif adalah bagian dari strategi di sepak bola.
PR kedua, berkaitan dengan kerja sama tim. Meski sudah mulai kompak, masalah kerjasama tim masih terlihat. Misalnya, para pemain timnas U-23 masih gemar berlama-lama menggocek bola sendirian, dan kurang mampu berpikir cepat. Kegemaran ini, kerap membuat para pemain timnas kerap kehilangan bola. Akibatnya, serangan yang dibangun gagal, dan lawan mampu menyerang balik.
PR ketiga, berkaitan dengan koordinasi lini belakang. Meski hanya kebobolan 1 gol, masalah ini masih belum sepenuhnya beres. Gol yang dicetak Bahrain di turnamen ini menampilkannya secara gamblang. Karena, gol ini tercipta dari skema jebakan "offside" yang gagal. Masalah lainnya, lini belakang timnas masih kerap kerepotan, saat lawan menggunakan skema serangan balik cepat, atau umpan silang. Masalah ini harus diperhatikan, mengingat siapapun lawan timnas di Asian Games nanti, adalah tim yang menampilkan kekuatan penuh.
PR keempat, berkaitan dengan ketajaman lini serang. Di sini, Luis Milla harus memilih, antara menggunakan penyerang bertipe "target man" atau "finisher". Karena, ini akan menentukan bagaimana cara kerja lini serang Tim Garuda.
Pada saat bersamaan, Luis Milla perlu membiasakan pemain lini serang timnas, untuk tak terlalu "maruk" saat membawa bola. Karena, apapun tipe strikernya, mereka tetap butuh suplai bola yang memadai. Jika tidak, sehebat apapun striker yang dipasang, mereka akan terlihat seperti anak hilang. Akan tak adil, jika mereka terus jadi kambing hitam. Bagaimanapun, penyerang tanpa suplai memadai tak ubahnya lampu rumah tanpa aliran listrik.
Jadi, seharusnya kita bersyukur, semua "PR" masalah timnas ini ketahuan sekarang. Karena, akan gawat jika masalah ini baru muncul saat Asian Games mendatang. Jadi, untuk saat ini, kita hanya perlu memberi waktu, untuk pelatih Luis Milla bereksperimen, dan menemukan bentuk akhir (dan bentuk terbaik) tim Garuda Muda, sekaligus membereskan semua "PR" masalah saat ini. Jika semua masalah ini teratasi, seharusnya mencapai babak semifinal di Asian Games 2018 mendatang (seperti yang ditargetkan PSSI) bukan lagi sebuah target muluk.
Bisa, timnas?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H