Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Ada Apa dengan Alexis?

Diperbarui: 23 Maret 2018   08:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alexis Sanchez's (Sky Sports)

Mengenakan nomor punggung keramat dan digaji mahal. Begitulah situasi Alexis Sanchez, saat didatangkan Manchester United (MU) dari Arsenal, Januari 2018 lalu. Jelas, ada harapan besar di pundak Alexis, yang dibebankan padanya. Seperti diketahui, nomor punggung 7 yang dikenakan pemain asal Chile ini, dikenal sebagai nomor keramat di United. Karena, nomor ini pernah dikenakan bintang-bintang macam George Best, Eric Cantona, David Beckham, dan Cristiano Ronaldo.

Harapan ini cukup beralasan, mengingat Alexis cukup produktif saat di Arsenal. Dengan pengalamannya di Liga Inggris, ia tentu tak akan kesulitan beradaptasi. Dari sisi psikologis, ia tak terbebani dengan harga transfer. Karena, Alexis datang ke United dengan dibarter Henrikh Mkhitaryan.

Agaknya, United belajar dari kasus transfer Fernando Torres (50 juta pound, dari Liverpool ke Chelsea, Januari 2011). Kala itu, Torres menyandang status pemain termahal Liga Inggris, dan salah satu bomber ganas pada masanya. Tapi, saat pindah ke Chelsea, ia justru melempem akibat terbebani harga mahalnya.

Sayang, harapan dan antisipasi United pada Alexis justru berbanding terbalik dengan realitanya. Alih-alih bersinar, Alexis malah melempem di United. Total, dari 10 kali tampil, ia hanya mampu mencetak satu gol, dan menyumbang 2 assist. Performa ini jelas tak selevel dengan gaji 500 ribu pound (yang menjadikannya pemain bergaji termahal di liga) yang didapatnya, dan pengalaman bermainnya di Liga Inggris. Padahal, kepindahan ke United adalah kepindahan yang ia harapkan. Karena, United tampil di Liga Champions, meski akhirnya tersingkir di babak 16 besar.

Dari sinilah muncul pertanyaan; Ada apa dengan Alexis? Ternyata, ada beberapa faktor, yang membuat Alexis mendadak melempem di United. Pertama, ia menanggung beban psikologis cukup berat. Beban itu adalah ekspektasi tinggi, yang tersimbolkan pada nomor punggungnya, dan gajinya. Dua hal ini menjadi beban teramat berat baginya. Statusnya sebagai "si nomor 7 United", dan "pemain bergaji termahal di liga", membuatnya disorot media Inggris tanpa henti. Inilah yang membuatnya gagal fokus di United.

Tribunnews.com

Faktor lainnya, Alexis seperti sedang dihantui beban sejarah kurang sukses United dengan pemain asal Amerika Selatan. Sejak lebih dari sedekade terakhir, ada pemain-pemain macam Diego Forlan (Uruguay), Kleberson (Brasil), Radamel Falcao (Kolombia), dan Angel Di Maria (Argentina), yang gagal bersinar di United. Catatan negatif ini, seolah diteruskan Alexis, di bulan-bulan awalnya bersama United.

Dari sisi taktik, gaya bermain Alexis yang agresif, juga kurang cocok dengan gaya bermain United yang defensif dan kurang kreatif. Sebelumnya, Alexis memang terbiasa bermain di tim dengan gaya main agresif, atau bertandem dengan pemain bertipikal kreatif di lini serang. Di Udinese, ada sosok Antonio Di Natale, di Barcelona, ada Lionel Messi, dan di Arsenal ada sosok Mesut Ozil. 

Sementara, United minim pemain bertipikal kreatif di lini serang; Rashford, Lukaku, dan Ibrahimovic sama-sama pemain bertipe "finisher". Memang, United punya Paul Pogba, dan Jesse Lingard. Tapi performa Pogba kerap inkonsisten, sedangkan Lingard kerap dijadikan "supersub". Praktis, Alexis tampak kikuk, dan sulit menampilkan performa terbaiknya. Untunglah, periode suram ini bisa berhenti sejenak, berkat adanya jeda internasional pekan ini. Tapi, situasi negatif ini akan segera berlanjut, usai jeda internasional. Kecuali, jika performa Alexis bisa segera membaik di sisa musim ini.

Periode suram Alexis di United menjadi contoh aktual, sehebat apapun reputasi seseorang, jika ia dibebani ekspektasi berlebihan, tanpa ada dukungan memadai, ia akan sulit mengeluarkan kemampuan terbaiknya, bahkan jika ia digaji besar sekalipun. Ini juga sekaligus membuktikan, gaji besar bukan ukuran mutlak kesuksesan. Karena, sebesar apapun gaji seseorang, jika kinerjanya tak sesuai harapan, ini tak ubahnya menggaji kucing dalam karung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline