Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Kambuhnya Budaya "Ngaret" di Liga Indonesia

Diperbarui: 3 Maret 2018   09:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Instagram.com/pengamatsepakbola

Dalam hal budaya, bangsa kita adalah bangsa yang sangat kaya. Dalam artian, bangsa kita punya begitu banyak ragam budaya, yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Tapi, diantara sekian banyak budaya itu, ada satu budaya kurang baik, yang uniknya juga ada di setiap sudut Nusantara, dan biasa terjadi di kehidupan sehari-hari. Budaya itu, tak lain tak bukan, adalah budaya "ngaret", alias tak tepat waktu.

Sebetulnya, budaya "ngaret" ini, adalah wujud dari sikap kompromistis, yang menjadi ciri khas masyarakat berbudaya komunal (non-individualis) seperti di Indonesia. Pertimbangannya, ada satu atau lebih hal diluar kendali, yang perlu diberi kompromi. Tujuannya, agar kompromi ini dapat menguntungkan semua pihak terkait.

Dalam konteks sepak bola nasional, budaya "ngaret" ini biasa terjadi, jelang bergulirnya kompetisi Liga Indonesia. Tepatnya, pada tanggal kick-off kompetisi. Seperti ditampilkan pada gambar di atas, sejak musim 2014 hingga 2017, kick-off kompetisi selalu mundur dari tanggal yang direncanakan. Budaya "ngaret" itu kembali terulang, di musim 2018 ini. Semula, kick-off kompetisi direncanakan berlangsung tanggal 24 Februari 2018. Tapi, nyatanya hingga kini kompetisi belum juga dimulai.

Penyebabnya, PT Liga Indonesia Baru (LIB) belum melunasi utangnya kepada klub peserta Liga 1 dan Persebaya Surabaya (Juara Liga 2). Utang PT LIB kepada klub peserta Liga 1 (18 klub) adalah uang subsidi sebesar Rp 2,1 miliar per klub. Sedangkan, utang PT LIB kepada Persebaya adalah uang hadiah sebesar Rp 1 miliar. Jika ditotal, PT LIB punya hutang Rp 38,8 miliar, yang harus secepatnya dilunasi. Karena, PSSI sudah menetapkan, liga baru bisa dimulai, hanya jika hutang ini lunas sepenuhnya. Di sini, PT LIB jelas harus bekerja ekstra keras. Mengingat, mereka tak punya ilmu menyulap tumpukan daun menjadi uang dalam sekejap.

Dari semua pihak yang dirugikan, akibat "ngaret" nya kick-off Liga Indonesia, timnas Indonesia adalah pihak yang dirugikan. Memang, klub mengalami kerugian cukup besar. Tapi, timnas-lah yang paling terdampak, jika liga tak kunjung dimulai. Seperti diketahui, di tahun 2018 Tim Garuda akan bertarung di ajang Asian Games 2018 dan Piala AFF. Di kedua ajang ini, PSSI seperti biasa memasang target prestasi tinggi (kalau tak mau dibilang muluk).

Masalahnya, jika ingin Tim Garuda mampu berprestasi, seharusnya PSSI (dan PT LIB) harus mampu menyusun jadwal seefektif mungkin. Supaya, jadwal kompetisi tak mengganggu agenda persiapan timnas, dan bertabrakan dengan jadwal pertandingan timnas. Jika tidak, prestasi tinggi timnas di Asian Games 2018 dan Piala AFF 2018 hanya akan jadi target belaka.

Kembali "ngaret"nya jadwal kompetisi liga Indonesia sekali lagi membuktikan, tata kelola persepakbolaan nasional masih kacau. Jadi, kita tak perlu kaget, jika nantinya ada masalah yang muncul, saat liga bergulir. Karena, sebelum kompetisi bergulir saja, sudah ada masalah yang muncul.

Di sisi lain, "ngaret"-nya jadwal liga Indonesia juga menunjukkan, perlunya penataan ulang, dalam hal tata kelola kompetisi, dan skala prioritas. Supaya, ada kesinkronan antara target prestasi yang ingin dicapai timnas, dan dukungan yang dimiliki (misal dalam hal jadwal kompetisi). Pastinya, dukungan itu harus memadai. Karena, sebuah tim hanya akan mampu berprestasi bagus, jika punya dukungan/modal yang memadai




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline