Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

AWSC, Lelucon Terbaru Sepak Bola Nasional

Diperbarui: 6 Desember 2017   03:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Tribunnews.com

Pada tanggal 2-6 Desember 2017 ini, digelar turnamen "Aceh World Solidarity Cup" (AWSC). Turnamen invitasi antarnegara ini berformat setengah kompetisi, dan digelar di Stadion Harapan Bangsa (kapasitas 45.000 penonton), yang terletak di Kota Banda Aceh, Provinsi NAD. Stadion ini dipilih sebagai arena tunggal turnamen. Karena, inilah satu-satunya stadion berstandar FIFA di Aceh. Negara yang berpartisipasi di AWSC adalah Indonesia (tuan rumah), Mongolia, Kirgistan, dan Brunei Darussalam.

Sekilas, turnamen ini akan berlangsung menarik. Karena, kekuatan tim pesertanya cukup seimbang. Selain itu, ini akan menjadi kesempatan bagus bagi Luis Milla untuk bereksperimen, sebagai bekal persiapan menghadapi Asian Games 2018. Soal animo penonton, jelas tak ada yang perlu dikhawatirkan. Apalagi, timnas mampu menekuk Brunei 4-0 (2/12), dan mengalahkan Mongolia 3-2 (4/12). Tapi, di balik hasil positif yang didapat, terdapat beberapa ironi sekaligus lelucon yang sungguh tak patut, untuk ukuran turnamen antarnegara.

Pertama, Piala AWSC diselenggarakan di lapangan yang tergenang lumpur. Alhasil, pertandingan yang berjalan lebih mirip aktivitas membajak sawah, daripada pertandingan sepak bola. Saking parahnya, saat akan mengeksekusi tendangan penalti ke gawang Mongolia, Ilija Spasojevic harus 'mengepel' sendiri lumpur yang menggenangi area di sekitar titik putih.

Anehnya, seperti dilansir laman Kompas.com, (5/12), panitia justru sibuk menyalahkan faktor cuaca, dan kurang berfungsinya  pawang hujan yang mereka datangkan. Padahal, untuk mencegah masalah ini, mereka seharusnya bisa membenahi total sistem drainase, atau bahkan memasang atap tambahan di stadion. Karena, dengan tidak menentunya kondisi cuaca saat ini, pawang hujan paling handal sekalipun, akan kesulitan menebak kapan waktu pasti datangnya hujan. Jadi, mereka tak selalu bisa diandalkan.

Kedua, waktu kick-off pertandingan Tim Garuda di turnamen ini sangat tidak biasa. Karena, semua laga timnas kick-off pada pukul 21.30 WIB. Dari segi waktu, ini cukup aneh. Karena, laga Asian Asian Games, umumnya digelar pada sore hari, atau jam "prime time" (pukul 18.00-20.00). Bagi penonton, yang esok paginya harus bekerja atau sekolah, ini jelas merugikan. Sementara itu, waktu istirahat para pemain juga tidak ideal, akibat jam main yang terlalu malam, dan jadwal antarlaga yang terlalu mepet. Praktis, pihak yang diuntungkan di sini adalah panitia penyelenggara (selaku penjual tiket laga), dan televisi pemegang hak siar, yang acara utama di jam "prime time" nya tetap bisa tayang seperti biasa.

Ketiga, secara teknis, partisipasi timnas di turnamen ini lebih banyak mendatangkan masalah, dibanding manfaat. Terbukti, dengan kondisi lapangan penuh genangan lumpur, skema permainan yang coba diterapkan Luis Milla tak berjalan dengan baik. Malah, Tim Garuda harus kehilangan Muhammad Hargianto, Septian David, dan Gavin Kwan, yang terkena cedera. Ditambah lagi, waktu kick-off laga yang terlalu malam, dan jadwal antarpertandingan yang terlalu mepet, membuat pemain tak berada dalam kondisi fisik optimal. Akibatnya, mereka justru akan lebih rentan cedera.

Apa yang dialami timnas, di turnamen AWSC ini menunjukkan, betapa (masih) kacaunya kinerja PSSI, dan panitia penyelenggara, dalam menyelenggarakan turnamen tingkat antarnegara. Kekacauan ini, malah memberi kerugian tak perlu bagi timnas. Ke depannya, kekacauan semacam ini jangan sampai terjadi lagi di turnamen Piala Asia U-19, dan Asian Games tahun depan. Kecuali, jika Indonesia ingin diingat sebagai tuan rumah yang buruk.

Bisa, PSSI?

Referensi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline