Setelah gelaran Liga 1 2017 usai, bursa transfer pemain nasional kembali bergulir. Selain rumor transfer "rute domestik" (antarklub dalam negeri), beredar juga rumor transfer mancanegara. Di sini, saya masih menyebutnya sebagai rumor. Karena, belum ada kesepakatan yang bersifat resmi. Misalnya, duo Bhayangkara FC, yakni Evan Dimas da Ilham Udin Armayn, yang sama-sama didekati Selangor FA. Sebelumnya, Evan Dimas juga sempat didekati Chonburi FC (Thailand). Tapi, klub berjuluk Hiu Putih itu, belakangan batal mendekati Evan, yang cenderung lebih memilih untuk bermain di Malaysia. Selain itu, ada juga Andik Vermansah, yang baru saja berpisah dengan Selangor FA (Malaysia). Belum diketahui, kemana pemain asal Jember (Jawa Timur) ini akan berlabuh.
Secara regulasi, peluang bermain pemain Indonesia, untuk bermain di Malaysia Super League (MSL), maupun Thai Premier League (TPL), cukup terbuka. Karena, kedua liga ini sama-sama menyediakan satu slot, untuk pemain asing asal Asia Tenggara. Tak heran, jika klub-klub MSL dan TPL, mulai aktif mengarahkan radar ke Tanah Air. Kebetulan, kompetisi kedua liga ini juga baru selesai bergulir.
Jujur saja, daripada melihatnya sebagai ancaman, bagi popularitas Liga Indonesia, saya lebih suka melihat kedua liga ini, sebagai sebuah peluang, dan kabar baik bagi pemain lokal, dan timnas Indonesia. Mengapa demikian?
Karena, tata kelola di kedua kompetisi ini, sudah lebih baik, dari liga domestik kita. Terbukti, masalah tunggakan gaji tak ada. Karena, jika masalah itu ada, Andik takkan betah bermain di Selangor selama 4 tahun terakhir. Belum lagi, Liga Malaysia baru saja menjadi anggota World League Forum, pada 9 November 2017 silam. Dalam forum ini, Liga Primer Inggris juga menjadi anggota. Ada juga Victor Igbonefo, yang sudah bermain di Thailand sejak tahun 2015 hingga kini. Selain itu, regulasi liga, dan lisensi klubnya juga tak serumit di sini. Jadi, pemain bisa fokus sepenuhnya di lapangan. Jika mereka mampu tampil bagus, bisa saja mereka dilirik klub dari liga level top Asia (misal Liga Jepang), atau bahkan Eropa.
Bicara soal prestasi timnas, selaku "output" dari kompetisi liga, Liga Malaysia dan Thailand terbukti mampu mendatangkan trofi juara, bagi timnas masing-masing, setidaknya di wilayah ASEAN. Tercatat, Malaysia pernah sekali menjuarai Piala AFF (edisi 2010), dan Thailand menjuarainya 5 kali (termasuk juara di edisi 2014 dan 2016). Bahkan, timnas Thailand dipastikan akan tampil di Piala Asia 2019. Indonesia? Masih nol gelar. Jelas, kita sudah tertinggal di sini. Apalagi, di ajang Piala Asia, Tim Garuda belakangan rajin absen, sejak terakhir kali tampil di edisi 2007, saat menjadi tuan rumah (bersama Malaysia, Vietnam, dan Thailand).
Melihat fakta-fakta di atas, sudah seharusnya kita menyambut baik, jika ada peluang main di kedua liga ini, bagi pemain lokal kita, bukan malah menertawakannya. Karena, mereka adalah pesepakbola yang perlu ruang lebih baik, untuk dapat berkembang, tanpa memikirkan masalah gaji yang tertunggak, atau regulasi liga yang inkonsisten. Jika kualitas mereka meningkat, timnas akan semakin kuat, dan prestasi bagus Tim Garuda pun bukan lagi bunga tidur.
Di satu sisi, majunya kompetisi MSL dan TPL, memberi peluang bagus bagi pemain kita, untuk mengembangkan karier, sambil meningkatkan level kemampuannya. Tapi, fenomena ini (seharusnya) mengingatkan PSSI, agar segera membenahi semua aspek tata kelola kompetisi sepak bola nasional. Kecuali, jika ingin tim nasional kita semakin tertinggal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H