Menggocek bola dengan kecepatan tinggi, sepanjang dua pertiga lapangan, sebelum akhirnya mencetak gol setelah mengecoh kiper. Itulah proses gol yang dicetak Terens Owang Puhiri (21), penyerang Pusamania Borneo FC asal Papua, ke gawang tuan rumah Mitra Kukar, Senin (23/10) lalu. Inilah gol keenam Terens di Liga 1 musim ini. Dalam laga, yang digelar di Stadion Aji Imbut, kota Tenggarong itu, Tim Pesut Etam menang 4-0.
Tapi, tak disangka, gol yang dicetak Terens di menit ke 71 itu menjadi viral, dan mendunia. Imbasnya, pada Kamis (26/10), situs Daily Mail dan The Guardian (Inggris) serta Globoesporte (Brasil), kompak melabeli pemain kelahiran Jayapura ini, sebagai salah satu pesepakbola tercepat di dunia saat ini. Terens benar-benar sedang kejatuhan durian runtuh, berkat gol solonya itu. Gol itu, juga menegaskan, kecepatan adalah senjata mematikan milik seorang Terens Owang Puhiri.
Di satu sisi, ini memang terlihat keren. Tapi, sebetulnya terlalu riskan bagi pesepakbola sepertinya, jika ia terlalu mengandalkan kecepatan. Karena, itu akan membuatnya rentan cedera. Di masa lalu, kita sempat menemui pemain-pemain kelas dunia, yang punya senjata andalan kecepatan tinggi, yakni Marc Overmars (Belanda), Luiz Ronaldo Nazario de Lima (Brasil), dan Michael Owen (Inggris). Ketiga pemain ini sangat mengandalkan kecepatan mereka, disamping kemampuan teknik yang oke. Sayang, kecepatan itu justru membuat mereka akrab dengan cedera kambuhan.
Overmars dan Ronaldo sama-sama akrab dengan cedera lutut. Sedangkan Owen akrab dengan cedera otot kaki. Akibatnya, karir mereka bertiga sama-sama meredup sebelum waktunya. Bahkan, Overmars terpaksa harus pensiun dini di usia 31 tahun tahun 2004, akibat terkena cedera lutut berkepanjangan.
Di era terkini, ada sosok Gareth Bale (Wales), si kaki kidal yang punya kecepatan lari istimewa. Tapi, senjata spesial bintang Real Madrid ini, belakangan juga membuatnya cukup akrab dengan cedera, seperti halnya Ronaldo, Owen, dan Overmars. Akibatnya, ia kerap absen memperkuat Si Putih dan Timnas Wales di sejumlah kesempatan.
Dari kasus yang dialami Overmars, Ronaldo, Owen, dan Bale inilah, Terens perlu mengembangkan juga aspek-aspek lainnya. Misalnya stamina, akurasi umpan/tembakan, dan kerjasama tim. Karena, kecepatan lari tak selalu bisa diandalkan, terutama jika sudah berusia 30-an tahun, atau mulai sering terkena cedera, akibat sering dilanggar keras oleh pemain lawan.
Untuk level nasional, sosok pemain yang dapat dijadikan panutan oleh Terens, adalah Boaz Solossa (Persipura Jayapura), yang kebetulan juga adalah pemain idolanya. Mengapa Boaz? Karena, kapten Persipura ini mampu menjaga konsistensi performa di level atas, pada usia kepala 3. Memang, saat mudanya dulu, Boaz (31) punya kecepatan lari yang oke. Tapi, seiring bertambahnya usia, Boaz pelan-pelan mampu melepas ketergantungan pada kecepatan, dan menggantinya dengan efektivitas penyelesaian akhir, dan visi bermain yang oke. Bahkan, Boaz juga mampu menjadi pengumpan bola mati yang baik bagi timnya. Bisa dibilang, Boaz menua dengan sukses sebagai seorang penyerang. Sebuah contoh baik, untuk pemain muda seperti Terens.
Gol "solo run" jarak jauh Terens memang sudah mendunia. Tapi, jangan sampai ia cepat merasa puas diri. Malah, ia harus terus mengasah kemampuannya, agar dapat berkembang dengan baik. Jika Terens mampu mengembangkan kemampuannya dengan baik, ia akan menjadi ujung tombak timnas Indonesia di masa depan. Bahkan, bukan tak mungkin, jika suatu saat nanti, ia bermain di luar negeri, jika kemampuannya terus berkembang setelah ini.
Good job, Terens. Go ahead!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H