Pada laga lanjutan Liga 1, antara Persib melawan Semen Padang, yang berlangsung Sabtu (9/9) lalu, di Stadion Si Jalak Harupat, Persib bisa dibilang sedang ketiban sial beruntun. Pertama, mereka bermain imbang 2-2, bahkan dalam laga ini, Persib nyaris kalah andai Ezechiel N'Douassel tak mencetak gol di menit-menit akhir laga.
Kedua, Persib dihukum denda sebesar Rp 50 juta akibat adanya aksi koreo supporter yang menampilkan mosaik bertuliskan "Save Rohingya". Sanksi yang memicu pro dan kontra ini dijatuhkan PSSI, pada Kamis (14/9) lalu.
Sekilas, tak ada yang salah dengan aksi ini, karena ini adalah bentuk dukungan terhadap etnis Rohingya yang sedang mengalami tragedi kemanusiaan di negara Myanmar. Tapi Persib tetap mendapat denda dari PSSI. Karena, meski termasuk masalah kemanusiaan, masalah di Myanmar ini juga adalah masalah politik. Hal ini jelas bertentangan dengan aturan FIFA yang melarang penyampaian pesan bermuatan politik, saat laga berlangsung. Kecuali, jika pesan tersebut disampaikan sebelum laga berlangsung, atas persetujuan FIFA atau federasi sepak bola suatu negara (misal PSSI).
Sebelumnya, pada awal Agustus aksi koreo supporter Sriwijaya FC yang menampilkan mosaik bendera Palestina, juga berbuah denda Rp 30 juta. Sekilas, aksi ini merujuk pada krisis kemanusiaan di Palestina. Tak pelak Sriwijaya FC juga mendapatkan sanksi dari PSSI. Karena, meski termasuk masalah kemanusiaan, masalah ini juga adalah masalah politik. Di sini, PSSI sebagai anggota FIFA, hanya mengikuti aturan yang ditetapkan FIFA. Jika ini dilanggar, PSSI bisa terkena sanksi.
Di Eropa, kasus semacam ini, juga pernah terjadi. Salah satunya terjadi di ajang Piala Raja Spanyol tahun 2009, saat Sevilla menghadapi Deportivo La Coruna. Kala itu, Frederic Kanoute, penyerang Sevilla asal Mali, merayakan gol yang dicetaknya, dengan memamerkan kaus bertuliskan "Palestina", dalam beberapa bahasa. Hal ini adalah simbol dukungan darinya, terhadap krisis kemanusiaan di Palestina. Akibatnya, selain mandapatkan kartu kuning dari wasit, Kanoute juga didenda RFEF (PSSI-nya Spanyol) sebesar 3000 euro (sekitar Rp 45 juta). Alasannya serupa dengan yeng terjadi pada Sriwijaya FC, meski termasuk masalah kemanusiaan, masalah di Palestina ini juga adalah masalah politik.
Sebetulnya, jika Persib dan Bobotoh mau meminta izin ke PSSI agar koreo itu ditampilkan jelang kick-off, dengan berfokus pada aspek kemanusiaan, atau menampilkan tulisan "Stop Inhumanity", mungkin sanksi denda dapat dihindari. Malah, aksi koreo ini dapat menjadi pesan perdamaian yang menginspirasi, bukan menuai sanksi denda.
Terlepas dari semua pro-kontra yang ada, sanksi terbaru yang didapat Persib ini dapat menjadi pembelajaran bersama untuk para supporter di Indonesia. Supporter memang bebas mengekspresikan dukungan, atau kreatifitasnya sepanjang laga berlangsung. Tapi, apapun bentuknya, dukungan itu jangan sampai melanggar aturan, apalagi sampai menciptakan keruh, akibat adanya nyanyian bernada rasis, atau membawa-bawa masalah politik, yang sama sekali tak berhubungan dengan olahraga (termasuk sepak bola). Karena, pertandingan olahraga (termasuk sepak bola) adalah sarana untuk membangun kedamaian dan kebersamaan, lewat sikap sportif, bukan untuk membangun suasana keruh, apalagi permusuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H