Pada Minggu (13/8) lalu, Stefano "Fano" Lilipaly (27) resmi diperkenalkan, sebagai pemain baru Bali United, dengan ikatan masa bakti 3,5 tahun. Pemain naturalisasi ini, diboyong Bali United dari Cambuur (klub Eerstedivisie, kompetisi kasta kedua liga Belanda), dengan harga transfer, dan nilai kontrak yang tidak disebutkan. Dilihat dari prosesnya, kepindahan pemain berdarah campuran Belanda-Ambon ini cukup mengejutkan. Karena, sama sekali tak disertai rumor apapun sebelumnya. Bisa dibilang, selama proses merekrut Fano, Bali United menjalankan taktik operasi senyap yang sukses.
Sekilas, keputusan Fano pindah ke Bali terlihat aneh. Karena, ia baru saja menjalani separuh musim yang cukup sukses bersama Cambuur, dengan sukses mencapai semifinal KNVB Beker (Piala Belanda), dan mencapai babak play-off promosi ke Eredivisie (kompetisi kasta teratas liga Belanda). Kepindahan Fano ke Bali juga terkesan terburu-buru. Karena, ia baru separuh musim memperkuat Cambuur, setelah ditransfer dari SC Telstar, sesama klub Eerstedivisie.
Tapi, jika melihat situasi terkini Fano, ini adalah keputusan yang wajar. Dari segi usia, meski masih berusia 27 tahun, karir Fano akan mendekati masa 'habis' lebih cepat, jika tetap bermain di Belanda. Karena, karir sepakbolanya cenderung biasa saja, untuk ukuran liga Belanda. Fano sendiri, bukan termasuk tipe pemain, yang selalu menjadi starter, di tiap klub yang dibelanya.
Belum lagi, statusnya sebagai pemain non-Uni Eropa, membuatnya akan kesulitan, jika tetap bermain di Belanda, atau negara-negara Eropa lainnya. Karena, Indonesia tidak menganut sistem kewarganegaraan ganda. Di Eropa sendiri, jumlah pemain berpaspor non Uni Eropa dalam satu tim amat dibatasi. Jika kualitas si pemain setara, atau dibawah pemain lokal, peluangnya untuk direkrut akan makin kecil. Akibatnya, progres karir Fano di timnas Indonesia akan terhambat.
Otomatis, pulang ke Indonesia menjadi opsi terbaik baginya. Terlebih, ia memang sudah sejak lama ingin kembali bermain di Indonesia. Keinginan ini makin kuat, setelah Fano dikaruniai seorang putra belum lama ini. Maka, wajar jika Cambuur merelakan Fano pindah, dengan alasan 'kemanusiaan'. Memang, jika Fano tetap dipertahankan, Cambuur hanya akan mendapat masalah. Karena, Fano sudah tidak fokus lagi di Cambuur.
Bagi Bali United, kedatangan Fano memberi manfaat dari segi teknis, khususnya di lini tengah Tim Serdadu Tridatu. Dari sisi manajemen, kedatangan Fano menjadi tonggak awal perubahan orientasi kerja tim, dari yang sebelumnya semi profesional, menjadi seutuhnya profesional. Karena, sistem kontrak yang digunakan bukan sistem tahunan lagi. Di sini, tampak jelas, bahwa Bali United ingin membangun tim, yang mampu konsisten berprestasi bagus tiap tahun.
Datangnya Fano ke Bali United, dengan durasi kontrak cukup panjang, akan jadi ajang 'percontohan' bagi klub-klub di Indonesia. Jika sukses, bukan tidak mungkin pola kontrak jangka panjang ini akan menjadi tren baru. Dari sinilah, kompetisi yang benar-benar profesional dapat terwujud, dan dapat menghasilkan timnas berkualitas.
Mampukah Fano bersinar bersama Serdadu Tridatu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H