Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Pelajaran dari Espanyol

Diperbarui: 20 Juli 2017   15:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemain Espanyol, Esteban Granero, merayakan golnya dalam laga persahabatan melawan Persija Jakarta, Rabu (19/7/2017). (Dok. Espanyol)

Pada Jumat (14/7), dan Rabu (19/7) lalu, berlangsung dua laga persahabatan, yakni Espanyol B (U-23) Vs Timnas Indonesia U-19 (berlangsung di Stadion GBLA Bandung), dan Espanyol Vs Persija Jakarta (di Stadion Patriot Candrabhaga Bekasi). Hasilnya, Espanyol B menang 4-2 atas Timnas U-19, dan Persija takluk 0-7 dari Espanyol. Terselenggaranya dua laga ini sendiri, tak lepas dari kerjasama yang sudah terjalin, antara PSSI dan LFP (operator kompetisi La Liga). Ini adalah strategi pemasaran LFP, untuk dapat menjangkau pasar Asia (termasuk Asia Tenggara).

Melihat hasil akhirnya saja, kita sudah bisa membayangkan, seberapa menderitanya Timnas U-19 dan Persija sepanjang jalannya laga. Padahal, ini bukan laga kompetitif. Tapi, hal Itu memang wajar, karena Espanyol B adalah kontestan Divisi Segunda B (kompetisi kasta ketiga La Liga Spanyol). Sedangkan, Espanyol berlaga di Divisi Primera, kasta teratas La Liga Spanyol. Pada musim 2016/2017 lalu, Espanyol sendiri finis di posisi 8 Divisi Primera. Berdasarkan koefisien UEFA, La Liga konsisten berada di 4 posisi teratas, bersama EPL, Bundesliga, dan Serie A. Boleh dibilang, La Liga adalah salah satu liga terbaik dunia saat ini.

Maka, berdasarkan fakta diatas, akan tidak adil, jika membandingkannya secara langsung, dengan kualitas persepakbolaan nasional saat ini. Tapi, setidaknya ada beberapa pelajaran yang bisa didapat, dari penampilan klub rival sekota FC Barcelona ini di Indonesia.

Pertama, pentingnya fokus saat bertanding. Baik tim inti maupun tim B Espanyol, sama-sama tampil fokus, meski lawan yang dihadapi tak terlalu kuat. Berkat fokus inilah, mereka mampu melihat kelemahan lawan, dan mengeksploitasinya, tanpa membuat kesalahan. Kebetulan, baik Garuda Muda maupun Persija memiliki kelemahan yang sama; kurang fokus, sehingga kerap membuat kesalahan sendiri. Kelemahan ini sukses dimanfaatkan Espanyol untuk mencetak gol.

Kedua, Espanyol menerapkan kerja sama tim yang dinamis, dengan jarak antarpemain yang rapat. Saat kehilangan bola, mereka langsung menerapkan pressing ketat. Begitu mendapat bola, mereka langsung menyerang dengan cepat. Dari sisi skema, mereka menerapkan pola umpan pendek, yang dikombinasi dengan umpan diagonal. Berkat pola permainan dinamis inilah, mereka sulit ditembus saat bertahan, tapi efektif saat menyerang.

Ketiga, pemain Espanyol selalu bermain merapat. Dengan jarak antarpemain yang rapat ini, mereka tidak mudah kehilangan bola. Mereka juga tidak berlama-lama menggiring bola sendirian. Sehingga, stamina mereka pun tidak cepat habis. Di sini, aspek fisik berpadu seimbang dengan teknik. Hal ini berbeda dengan skema permainan Timnas U-19 dan Persija, yang cenderung longgar, statis, dan terlalu mengandalkan kecepatan. Satu lagi, pemain Timnas U-19, dan Persija sama-sama masih gemar berlama-lama menggiring bola. Akibatnya, mereka mudah kehilangan bola, dan kesulitan membuat peluang.

Keempat, pemain-pemain Espanyol mempunyai "ball feeling" yang oke. Mereka tahu kapan harus mengumpan pendek atau mengumpan panjang. Akurasi umpan mereka pun sangat baik. Mereka seperti punya hubungan telepati antarpemain. Ini adalah hasil dari pembinaan pemain dalam jangka panjang yang serius, dengan pola permainan yang sama secara konsisten.

Satu hal yang patut disyukuri adalah, meski tur ke Indonesia ini didasari oleh motif bisnis, Espanyol tetap bermain serius. Mereka mempersiapkan dengan rapi, apa skema permainan yang akan dijalankan. Di atas lapangan, mereka menepikan sejenak aspek "showbiz" dari tur mereka. Padahal, jika mereka mau, mereka bisa saja mengambil hati publik, dengan bermain tak serius, dan mencatat kemenangan tipis. 

Tapi, ini justru bagus untuk sepak bola kita. Karena, kita  jadi tahu, bagaimana level asli permainan kita. Menariknya, performa Espanyol seolah membuktikan kata-kata Luis Milla, pelatih timnas. Saat masa awal bertugas, Milla sudah menyatakan, level permainan pemain dan klub Indonesia, sebagian besar setara dengan kasta ketiga Liga Spanyol (Divisi Segunda B), sebagian kecil sisanya selevel Divisi Srgunda, kasta kedua Liga Spanyol. Ini terlihat dari penampilan timnas U-19 yang mampu mengimbangi permainan Espanyol B, dan Persija yang kalah kelas dengan Espanyol.

Kunjungan Espanyol ke Indonesia, seharusnya dapat dijadikan langkah awal, untuk pembenahan kualitas sepak bola nasional. Di sini, pembinaan pemain jangka panjang yang serius, dengan konsisten pada satu skema permainan perlu segera dilakukan. Kecuali jika ingin prestasi sepak bola nasional terus jalan ditempat. Memang, kita sudah mulai tertinggal, bahkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Tapi, tidak ada kata terlambat, untuk memulai hal baik.

Bukan begitu?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline