Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Sebuah Pelajaran dari Carlton Cole

Diperbarui: 3 Juni 2017   16:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: FIFI NOFITA/JUARA.net

Saat datang ia disambut meriah bak seorang bintang besar, tapi kini ia terancam didepak, akibat performa yang tak sesuai harapan. Begitulah nasib Carlton Cole (33), pemain Persib Bandung asal Inggris. Pada awalnya, Cole diharapkan mampu menambah daya dobrak lini depan Persib. Dilihat dari CV nya, harapan Persib pada Cole cukup masuk akal. Karena, pemain depan bernomor punggung 12 ini, pernah memperkuat klub West Ham United, dan Chelsea, dua klub asal kota London, yang bermain di Liga Primer Inggris, liga yang kerap disebut-sebut sebagai liga terbaik dunia saat ini.

Tapi, hingga pekan ke 9 Liga 1, performa Cole justru sangat jeblok. Alih-alih produktif, ia belum bisa mencetak satu gol pun. Di lapangan, penyerang berpostur tinggi besar ini tak pernah bermain penuh, dan jarang menyentuh bola. Situasi ini, jelas tak sesuai ekspektasi awal Bobotoh, maupun manajemen Persib. Akibatnya, Cole terancam didepak Persib, saat putaran pertama Liga 1 berakhir.

Jika dilihat kembali, jebloknya performa Cole di Persib, sebetulnya bukan murni akibat kesalahan Cole saja, tapi juga akibat kesalahan manajemen, dan tim pelatih Persib. Dalam kasus ini, kesalahan Cole adalah, ia sangat kesulitan beradaptasi secara fisik, dengan perbedaan zona waktu, dan cuaca di Indonesia yang sangat berbeda dengan di Inggris. Dalam hal memulihkan kebugaran fisik, ia juga cukup kesulitan. Kesulitan ini muncul, karena ia terakhir bermain, pada Oktober 2016, saat memperkuat Sacramento Republic, klub kontestan kompetisi kasta kedua Amerika Serikat, selebihnya, ia menghabiskan waktunya di Inggris, sebelum akhirnya digaet Persib.

Padahal, dalam tim yang sama, ada sosok Michael Essien (Ghana), yang cukup lancar beradaptasi di Persib. Memang, sebelumnya Essien tak main di laga kompetitif lagi, sejak hengkang dari klub Panathinaikos (Yunani) tahun 2016. Tapi, ia tetap menjaga kebugaran fisiknya, dengan rutin berlatih, bersama tim reserve (cadangan) Chelsea di London. Hasilnya, performa Essien di Persib tidak terlalu mengecewakan, untuk ukuran seorang gelandang bertahan.

Sementara itu, kesalahan manajemen Persib dalam kasus ini adalah, mereka tidak teliti sebelum membeli. Manajemen Persib seperti silau dengan CV Cole, yang lama bermain di EPL. Mereka langsung merekrut Cole, tanpa melihat lagi, bagaimana kondisi asli kebugaran fisiknya. Padahal, kondisi asli kebugaran fisik seorang pemain, adalah salah satu hal penting, yang harus dipertimbangkan, saat merekrut seorang pemain.

Di pihak tim pelatih, kesalahan mereka ada pada penanganan kondisi fisik, dan tidak sesuainya gaya main dari pemain yang direkrut, dengan kebutuhan tim. Secara umum, penanganan kondisi fisik Cole terlihat tidak optimal. Tim pelatih Persib belum kunjung menemukan menu latihan ideal untuk Cole. Padahal, kondisi Cole cukup rumit; ia tidak bugar, karena lama tidak bermain, dan kesulitan beradaptasi dengan lingkungan di Persib. Normalnya, pemain dengan kondisi semacam ini, perlu ditangani secara khusus. Tapi, ini justru tidak (atau mungkin belum) terlihat di Persib.

Dari segi taktik, perekrutan Cole sendiri adalah keputusan yang aneh. Karena, Persib adalah tim, dengan taktik serangan balik cepat, atau bola-bola daerah (umpan langsung ke depan). Normalnya, taktik ini akan lebih ampuh, jika menggunakan tipe penyerang finisher, atau penyerang cepat, Misalnya Boaz Solossa (Persipura Jayapura), atau Peter Odemwingie (Madura United). Tapi, Persib malah merekrut Cole, yang bertipikal target man (pematul/pembagi bola atas). Memang, Cole unggul dalam bola-bola atas, tapi ia kurang bagus dalam hal kecepatan, dan 'keegoisan' di area serangan tim.

Kasus Carlton Cole, menjadi sebuah pelajaran berharga mahal bagi Persib, sesuai dengan besaran nilai kontraknya, yang bernilai miliaran rupiah. Dari kasus ini, Persib seharusnya dapat mulai belajar, betapa pentingnya "teliti sebelum membeli", "belanja sesuai kebutuhan", dan "cara melatih kebugaran pemain yang baik dan benar sesuai kondisinya". Supaya, masalah semacam ini, tidak terulang lagi di masa depan. Karena, pemain asing bukan mesin yang bisa diprogram, atau dibongkar pasang semaunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline