Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Ketika PSSI Mulai Berpikir Strategis

Diperbarui: 28 Januari 2017   11:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada pertengahan Januari 2017 silam, PSSI resmi menunjuk Luis Milla Aspas (Spanyol), sebagai pelatih timnas senior, dan U-22. Milla sendiri, akan didampingi dua asisten kepercayaannya; Luis Cembranos, dan Miguel Gandia (Spanyol), dalam bertugaa. Jika melihat rekam jejaknya, wajar jika optimisme muncul. Karena, Milla pernah sukses mengantar timnas Spanyol U-21, menjuarai Piala Eropa U-21 2011. Dalam turnamen itu, ia mengorbitkan pemain muda macam David De Gea (Manchester United), Javi Martinez, dan Thiago Alcantara (keduanya membela Bayern Munich).

Tapi, pada saat yang sama, pesimisme juga muncul. Penyebabnya, Milla, dan para asistennya hanya bisa berbahasa Spanyol, tidak bisa berbahasa Inggris, apalagi Indonesia. Padahal, penguasaan bahasa asing merupakan aspek penting komunikasi saat ini. Selain itu, Milla juga belum paham sama sekali, dengan karakter pemain di Indonesia. Kita tentu ingat, bagaimana timnas Garuda, saat dulu dilatih Wim Rijsbergen (Belanda) tahun 2010-2011 silam. Pemain timnas Belanda era 1970-an itu, memang mampu berbahasa Inggris, tapi tidak terlalu fasih. Akibatnya, program latihan, dan taktik yang disusunnya, tidak mampu berjalan dengan baik. Karena, komunikasi dalam tim tidak terlalu lancar. Hasilnya, performa timnas pun berantakan. Wim pun dipecat.

Pelatih asing, yang programnya tergolong sukses diterapkan, adalah Alfred Riedl (Austria). Pelatih yang menjabat dalam 3 periode berbeda itu, hanya mampu berbahasa Jerman (bahasa nasional Austria), dan Inggris. Tapi, masalah itu teratasi, berkat adanya sosok Wolfgang Pikal (Austria), yang menjadi asisten pelatih. Pikal, yang beristrikan orang Indonesia, fasih berbahasa Jerman, Inggris, dan Indonesia. Hasilnya, program latihan, dan taktik tim dapat berjalan mulus. Di lapangan, raihan dua kali finalis Piala AFF (2010 & 2016), menjadi torehan timnas era Riedl.

Untunglah, PSSI segera bertindak. Mereka agaknya belajar, dari kasus timnas era Wim, dan Riedl. PSSI lalu menunjuk Simon Pieter (Spanyol), pada (27/1) silam, sebagai asisten pelatih timnas Indonesia. Selain bertugas sebagai asisten Luis Milla, Pieter juga bertugas sebagai penerjemah Milla. Pelatih berlisensi B UEFA ini, memang fasih berbahasa Spanyol, dan Indonesia. Karena, ia pernah lama bermukim di Indonesia. Di sinilah, Pieter nantinya berperan penting.

Selain menunjuk Pieter, pada hari yang sama, PSSI juga menunjuk Bima Sakti, sebagai asisten pelatih. Kapten, dan asisten pelatih Persiba Balikpapan ini, sudah mengantongi lisensi kepelatihan B AFC. Meski bertugas di timnas, Bima juga tetap bertugas di Persiba. Tugasnya adalah, memantau pemain, yang berpotensi masuk timnas, sambil ia memperkuat Persiba. Hal ini dapat ia lakukan, karena Persiba bermain di kasta tertinggi Liga Indonesia.

Selain menjadi asisten, dan scout timnas, Bima juga dipersiapkan sebagai pelatih timnas Indonesia berikutnya. Praktis, era kepelatihan saat ini, menjadi ruang menimba ilmu baginya. Sambil bertugas, ia juga akan bersiap kursus kepelatihan lagi, agar mendapat sertifikat kepelatihan A AFC, yang mana menjadi syarat, untuk bisa menjadi pelatih klub divisi teratas, dan timnas, sesuai ketentuan AFC. Kali ini, PSSI menjalankan pendekatan strategis, untuk posisi pelatih timnas nantinya. Pendekatan yang jelas berbeda, dibanding pendekatan PSSI di masa lalu.

Dengan pendekatan strategis ini, mampukah timnas meraih sukses?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline