Lihat ke Halaman Asli

Panen Ubi Madu

Diperbarui: 17 Agustus 2017   00:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen ini pernah dimuat majalah Bobo

Rakey suka makan ubi oven. Awalnya ketika sakit. Tidak ada makanan yang bisa masuk ke dalam perutnya. Ketika Nenek datang menengok, dia merasakan manis dan legitnya ubi oven.

"Ini ubi oven si madu," kata Nenek.

Liburan semester ketika Ayah mengajaknya ke rumah Nenek, karena Kakek akan panen ubi, Rakey langsung mengiyakan. Hari sabtu pagi mereka berangkat ke kampung Cilembu. Cilembu merupakan kampung pegunungan di kabupaten Sumedang, Jawa Barat.

Sekitar satu jam setelah keluar tol Cileunyi, mobil sudah memasuki Cilembu. Udara segar berhembus melalui kaca mobil yang dibuka. Pepohonan berjajar sepanjang jalan. Advokat, petai selong, rumpun bambu, nangka, sirsak, sawo, meneduhi jalan aspal. Perkebunan sejauh mata memandang, membuat pemandangan indah. Daun-daun jagung berkilat hijau disorot matahari siang. Petakan-petakan kebun ubi berbunga ungu.

"Kebun ubi itu yang akan kita panen, Pak?" tanya Rakey.

"Bukan. Kebun ubi Kakek di Pasir Hui, harus berjalan kaki dulu dari rumah."

**

Pagi-pagi Kakek dan Papa sudah siap berangkat. Ibu membuat nasi goreng ceplok telor untuk sarapan. Setelah sarapan semuanya berangkat. Kakek memikul cangkul. Papa menggendong ransel perbekalan. Rakey juga menggendong ransel berisi kamera, jus jeruk, buku dan snack.

Perjalanan ke kebun lumayan melelahkan. Berjalan sekitar setengah jam membuat keringat membasahi baju Rakey. Di kebun ternyata sudah banyak yang membantu. Mang Karim, Mang Asip, Mang Kardun, Pak Ringko, Bik Uneh, Bik Uti, Ceu Nenah. Anak-anak juga ada Dindin dan Siti. Rakey sudah kenal dengan mereka.

"Kita bagian mengumpulkan ubi," kata Dindin. "Peralatannya pakai rokrak saja."

Rokrak itu potongan bambu kecil, panjangnya sekitar dua jengkal. Rakey awalnya tidak mengerti. Mang Karim dan Mang Asip mencangkul tanah. Sekali cangkul saja petakan tanah itu membalik. Ubi besar-besar terlihat. Rakey, Dindin dan Siti membantu ibu-ibu mengumpulkan ubi. Tidak semua ubi tinggal diambil dan dikumpulkan di pinggir. Karena banyak juga yang masih menancap di tanah. Pantesan tadi Dindin menyarankan memakai rokrak untuk mengorek ubi yang susah dicabut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline