Lihat ke Halaman Asli

Karena Aku Anak Ibu

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namaku Irawan, panggil saja aku Awan. Dari kecil aku dididik dan dibesarkan oleh ibu dan ayah. Namun dalam segi pendidikan ibu lebih dominan dalam  hal ini. Ayah akan meng”iya”kan jika kata ibu “iya” atau sebaliknya. Ayahku mengajarkan dalam segi kerapian dan kebersihan. Jika aku meletakkan barang tidak rapi atau meletakkan bukan pada tempatnya, maka ayah akan marah besar. Sedangkan ibu menggemblengku dari segala hal.

Pernah suatu ketika aku bangun kesiangan, “rawan…banguuun …! Hari sudah tinggi…!, aku tetap asik dengan gulingku. Keasikan itu berakhir dengan  kemurkaan ibu. Aku ditarik paksa dari atas kasur hingga hampir terjatuh ke lantai.

Bahuku sering sekali dicubit dari rumah tetangga sampai masuk kedalam rumah. Ketika itu aku lagi asik bermain bersama teman-teman disamping rumah temanku, Danang. Tiba-tiba saja aku merasakan hal aneh dibahuku, ternyata ibu telah berdiri dibelakang, dan mencubit bahuku sambil berkata, “ayoo…pulang, belum makan siang udah keluyuran…., kemaren minta dibelikan buku RPUL/RPAL, sudah dibelikan tapi gak dibaca…ayo pulang…belajar….!. “iya bu… iya ..ampun…ampun”. begitulah aku.

aku juga pernah dikurung dalam kamar, gara-gara melawan ibu. Ketika itu aku kelas 4 SD. Dan hal yang paling males kudengar adalah ketika ada teman ibu datang ke rumah. Maka disamping pembicaraan ibu-ibu, akan ada porsi cerita mengenai diriku. Irawan itu,… gak bisa apa-apa. Nyuci sepatu aja gak bisa, anak laki-laki…………… irawan itu gak bisa diandalkan, ngupas kelapa juga gak bisa, lihat tu si Udin, anak pak Suroso, rajin, gak keluyuran…. Kamu mah anak pak KADES… begitulah julukanku, anak Pak Kades.

Aku tidak mengerti mengapa ibu tidak pernah memberi kepercayaan kepadaku, meski terkadang aku tidak mampu melakukannya setidaknya itu ada dorongan, memberi keyakinan bahwa aku bisa melakukannya. Semua nya bersifat melemahkanku... aku tidak mengganggap ibu melakukan hal terburuk untukku. Bisa jadi itu semua sebagai motivasi bahwa aku harus bisa, dan tidak mudah down mentalku ketika dijatuhkan.

Aku telah tumbuh besar dan duduk dibangku perkuliahan. Dan yang masih membekas dalam diriku adalah aku tidak mudah percaya diri dan kesulitan berbicara dihadapan banyak orang. Terutama didepan perempuan khususnya dalam forum resmi. Dan sulit berinteraksi. Inilah yang kuhadapi sekarang.

Tapi hal yang tak pernah kulupakan dari ibu adalah tidak hentinya mencamkan dalam-dalam padaku agar “rajin belajar”. Ayah dan ibu tidak ingin hidupmu susah seperti ayah dan ibu. Kamu harus berubah…lebih sukses..bukan seperti ayah dan ibu.

Karena itu aku tidak pernah menyalahkan ibu. Aku tahu orang tua adalah sangat bearti bagiku, dan ibu adalah madrasah pertama bagi anaknya.

Salam hangat untuk ibu disana…,

Dari anak laki-lakimu yang merindukan cubitanmu…

Andi Irawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline