Lihat ke Halaman Asli

Nilai Filosofi dibalik Lagu “Dondong Opo Salak”.

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

lagu adalah salah satu cara seseorang menyampaikan isi hati, perasaan, pesan, nasehat bahkan dakwah. Dengan lagu lah apa yang disampaikan seseorang mudah diterima dengan mudah bagi pendengarnya.

Ketika saya mengikuti Khutbatul Arsy di Pondok Modern Gontor kemarin, Kyai Hasan menyanyikan lagu yang berjudul “Dondong opo Salak” disela sela menyampaikan tentang kepondok modernan. Mungkin sobat blogger sudah mendengar atau bahkan ada yang hafal lagu ini, khususnya orang jawa.  Tapi bagiku, ini pertama kali aku mendengar lagu ini. Lagu ini diperuntukkan anak-anak, namun pesan yang terkandung dalam setiap baitnya menunjukkan bahwa lagu ini untuk semua orang. Dengan bahasa yang sangat sederhana namun mengandung pesan yang sangat mendalam yang disampaikan penulisnya.

Lagu “Dondong Opo Salak” pertama kali dipopulerkan oleh penyanyi Krisbiantoro sekitar tahun 60-70 an. Lalu nilai apa saja yang terkandung dalam lagu ini ?. Mari kita simak bait dari lagu tersebut.

Dondong Opo Salak

Duku Cilik-cilik

Andong Opo Mbecak

Mlaku Thimik-thimik

Artinya : Dondong (Kedondong) atau salak, duku kecil-kecil. Naik Andong (Kereta Kuda) atau naik becak, jalan pelan-pelan.

Disetiap kata yang digunakan penulis lagu ini, tak satupun yang tidak kita kenal. Lalu mengapa penulis lagu menggunakan nama-nama buah tersebut ? yuk kita cari lebih tahu…

-Buah Kedondong

Buah kedondong merupakan buah traditional negeri kita, rupa buah ini halus, mulus dari sudut pandang luarnya dan berwarna hijau, akan tetapi ketika kita rasakan buahnya, kita gigit, atau kita belah, maka akan terlihat wujud yang tidak sesuai dengan rupa luarnya. Akarnya menjalar kemana mana, serabut. Mengganggu ketika kita mengginggit buah tersebut, akarnya terkadang menyelip di sela-sela gigi.

Begitulah yang sering kita alami, kita temukan dalam kehidupan. Manis dibibir, namun busuk dihati. Indah dalam berpakaian tapi buruk dalam perilaku. Tidak ada kestabilan, seharusnya rohani & jasmani, lahir & batin harus sejalan sejajar sesuai, bukan berat sebelah.

-Buah Salak

Lalu mengapa salak ?. Buah ini berlawanan dengan buah dondong. Kita tahu bahwa buah salak memiliki bentuk luar yang tidak halus, tajam, sukar dikupas. Namun dalamnya terdapat buah yang manis, dan disukai.

Tidak jarang kita temukan didalam pergaulan, kehidupan sehari-hari, bermasyarakat seseorang seperti ini. Kita tidak berhak menilai seseorang hanya dari penampilan, ras, warna kulit.  Terlihat buruk luarnya tapi belum tentu isi hatinya. Dan hal ini sudah jauh terlebih dahulu tertulis dalam Al-Qur’an. Bahwa kita tidak boleh menilai seseorang berdasarkan luarnya, karena itu Syu’udzon (Berprasangka buruk). Allah berfirman :

. يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah dari kalian kebanyakan dari persangkaan (zhan) karena sesungguhnya sebagian dari persangkaan itu merupakan dosa. (Al-Hujurat : 12).

Jadi  sudah jelas bagi kita, DON’T JUGDE THE MAN FROM THE COVER.

-Buah Duku

Kita tahu, buah duku berbentuk kecil-kecil. Tidak ada buah duku sebesar duren atau manga. Tetapi kulitnya halus, isinya pun bagus. Baik diluar maupun didalam sama sama memiliki keindahan meski kecil. Begitulah seharusnya kita. Lahir dan Batin harus sejajar. Bukan lain dibibir lain pula dihati. Penampilan dibuktikan dengan perilaku, perkataan sesuai dengan isi hati.

-Andhong Opo Mbecak

Andhong atau becak adalah sama-sama kendaraan yang memanfaatkan tenaga bantuan lain, andhonh memanfaatkan tenaga kuda, becak menggunakan jasa tenaga manusia. Filosofi nya adalah, ketika kita ingin meraih impian, cita-cita, tidak lepas dari suatu proses yang panjang. Tidak ada yang instan, makanan yang instan pun masih membutuhkan proses. Kita harus melalui fase-fase itu proses itu, bukan memanfaatkan sesuatu/orang lain. Karena kalau caranya saja tidak benar, hasilnya pun tidak akan benar. Tunas pisang tumbuh tidak akan jauh dari pohonnya, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.

-Mlaku Thimik-thimik

Ketika kita dihadapkan dua pilihan, antara naik andhong atau becak, tetapi ada pilihan lain,  jalan pelan-pelan. Untuk menjadi kupu-kupu yang  indah, sungguh tidak mudah. Mulai dari ulat, kepompong, dan seterusnya mengikuti aliran proses kematangan. Mlaku thimik-thimik juga mengindikasikan bahwa “biar lambat asal selamat”. Di Zaman yang serba modern ini, gerak gerik sudah begitu cepat, dengan adanya hal tersebut, proses yang panjang mungkin bisa teratasi, terbantu, namun tetap, proses tetaplah proses.

Jadi, kedondong, salak, duku, andhong, becak, mlaku thimik thimik merupakan perumpaan bagi kita dalam mengarungi kehidupan. Kedondongkah kita, duku kah, becak kah, itu semua dimulai dari diri sendiri, dari kita sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline