Lihat ke Halaman Asli

Yosep Efendi

TERVERIFIKASI

Penikmat Otomotif

Ketika Donald Trump dan Musim Penghujan Pengaruhi Harga Karet

Diperbarui: 13 Desember 2016   20:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebun Karet alam dan hasil karet yang sedang ditimbang untuk dijual ke pengepl (Toke) (foto yosep efendi)

"Alhamdulillah Le, rego karet mundak, sepuluhewu." (Alhamdulillah Nak, harga karet naik, (jadi) sepuluh ribu).

Begitu kata bapak kemarin malam, saat saya menghubungi Beliau via telpon, minggu lalu (6/12). Saya sangat senang mendengarnya. Sebelumnya, harga karet langganan di posisi Rp 5000 - Rp. 6000/Kg, paling banter di-angka 7000 tetapi tidak bertahan lama. Biasanya, kalaupun ada kenaikan harga karet, naiknya hanya dalam kelipatan Rp 100 -300. Tapi kalau turun, langsung anjlok Rp 500-1000. Sakit rasanya.

Donald Trump "Menaikkan" Harga Karet?
Hingga saat ini, petani di sekitar kampung halaman saya di sumatera selatan, masih banyak yang hanya mengandalkan pendapatan dari hasil kebun karet. Mereka tak punya cadangan pendapatan yang lain. Jadi, saat harga karet anjlok, mereka seperti puasa, mengencangkan ikat pinggang.

Bahkan tak sedikit yang harus merelakan sepeda motornya diambil dealer, karena tidak bisa membayar angsuran. Boro-boro bayar angsuran motor, untuk makan saja susah. Padahal, sepeda motor adalah alat transportasi andalan mereka untuk berkebun. Karena, kebanyakan, lokasi kebun jauh dari rumah.

"Jarene, karet naik karena donal tram kepilih dadi presiden, Le," (katanya, (harga) karet naik karena Donald Trump terpilih jadi presiden, nak) sambung bapak. Mendengar itu, saya tertawa, "Bapak kok tau donal tram? Bapak ngikuti berita pemilihan presiden Amerika? Haahaha…" tanya saya heran, sambil terus tertawa. Tertawa karena geli, kok Bapak tau sama Donald Trump. Setau saya, Bapak paling males ngikuti berita politik, apalagi di Amerika nan jauh sana. Itulah mengapa saya heran mengapa Bapak “kenal” Donald Trump.

"Jarene toke (pengepul karet) ki ngono le, aku yo gak paham" (katanya pengepul itu gitu, aku ya gak paham) jawab Bapak sambil tertawa juga. “Aku yo gak eruh donal tram, ngertine donal bebek, tontonanmu mBiyen, haahaha….(aku ya gak tau Donald Trump, taunya Donal Bebek tontonanmu dulu) Bapak tertawa makin lantang. Mendengar itu, saya senang sekali. Senang mendengar tawa bahagia Bapak, meskipun hanya via telepon.

"Opo bener yo, jal golek (informasi) neng internet," sambung beliau. "Mungkin wae pak, tapi mungkin karena musim hujan Pak, hasil karet sedikit, jadi hargo naik," saya coba menerka. "Oo iso wae ngono," bapak sepakat. 

(Sekadar informasi ringan: saat ngobrol, Bapak saya selalu menggunakan Bahasa Jawa, namun saya selalu menggunakan Bahasa Palembang atau bahasa Indonesia. Sebab, saya tidak bisa berbahasa Jawa halus, bisanya jawa ngoko (kasar). Maklum, saya lahir dan besar di Palembang. Tidak sopan jika berbahasa jawa kasar kepada orang tua. Jadi, saya menggunakan bahasa yang netral, yaitu Palembang atau Bahasa Indonesia).

Petani Karet Seperti Pemain Dolar
Saat ini, kondisi dan kebijakan ekonomi Amerika memang tidak terlalu berpengaruh dengan harga karet alam, setidaknya harga karet di daerah kampung halaman saya. Dahulu, sebelum tahun 2012, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika sangat memengaruhi harga karet. Saat nilai dolar terhadap rupiah meningkat atau “dolar naik”, besar kemungkinan harga karet ikut naik. Oleh sebab itu, mohon maaf, saat dollar naik, kami akan senang. Sebaliknya, jika 'dollar turun', harga karet ikut turun.

Besarnya pengaruh dollar terhadap harga karet alam, membuat kami seperti 'pemain dollar'. Pernah, suatu ketika, sesaat setelah makan di sebuah rumah makan, Bapak meminta saya untuk mengecek nilai tukar dolar terhadap rupiah, melalui handphone saya. Kebetulan, saat itu dolar naik. Saya pun menjelaskan pada Bapak, termasuk berbagai prediksi nilai dolar ke depan yang saya peroleh dari berbagai media online.

Sepertinya, orang yang sedang makan di meja samping kami mendengar obrolan kami tentang dolar itu. Saya sempat melirik mereka dan mereka tampak sedang memerhatikan kami, mungkin heran. Mungkin, dalam pikiran Mereka, “Ini orang nDeso, penampilan ora mbejaji, kok mainan dollar?” Hehehe…. Padahal, aslinya ya cuma pengen tau harga karet yang berhubungan dengan nilai dolar. Bukan sedang “bermain” dolar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline