Lihat ke Halaman Asli

Yosep Efendi

TERVERIFIKASI

Penikmat Otomotif

Memetik Pelajaran dari Keceriaan Anak-anak Desa

Diperbarui: 8 Februari 2016   17:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="Anak-Anak Sedang Menikmati Hujan (Dok. Pribadi)"][/caption]

Mari sejenak LUPAKAN urusan pekerjaan dan permasalahan yang menerpa Negeri yang Kita cintai ini. Mari kembali mengingat keceriaan masa kecil Kita, kenakalan lucu masa kanak-kanak dulu dan kekonyolan-kekonyolan masa itu, yang mungkin tak bisa dilakukan ketika dewasa, seperti sekarang. Saya memiliki kisah menarik, -yang saya pikir-, sayang kalau saya nikmati sendiri.

Siang tadi (8/2/16), sekitar pukul 13.30, saya asik memperbaiki motor tua kesayangan, Honda C70, yang sudah 3 tahun tak tersentuh. Sejak saya harus pindah kerja ke Jogja, motor itu hanya mangkrak di garasi. Saya menyempatkan memperbaikinya, sebelum harus kembali ke Jogja, Selasa besok. Belum selesai memperbaiki, tiba-tiba hujan turun, langsung deras. Kemudian saya putuskan untuk beristirahat sejenak, menikmati hujan di teras rumah.

Saya sangat menyukai hujan, suara gemercik air, begitu menenangkan. Sebagai penikmat kopi, saya pun segera menyeduh nya. Kopi asli dari kebun sendiri, hasil panen musim lalu. Luar biasa nikmatnya.

Sepertinya hujan turun akan lama, kemudian saya mengambil laptop, menyalakannya, dan menghidupkan mobile hotspot handphone.  Mengapa harus menggunakan mobile hotspot handphone? Di desa yang jauh dari kota ini, mana ada hotspot/wi-fi yang banyak ditemui di kota, selalu dicari dan  dibanggakan orang kota. Desa kami memang tidak memiliki hotspot/wi-fi, tapi kami memiliki banyak pepohonan, yang memberi oksigen dan kehidupan.

[caption caption="Menikmati hujan, ditemani kopi dan artikel2 Kompasiana (Dok. Pribadi)"]

[/caption]

Sedang asik membaca artikel yang naangkring di Kompasiana, tiba-tiba terdengar suara anak-anak dari kejauhan. Semakin lama, suara itu semakin jelas. Ternyata, ada sekumpulan anak, 8 orang dengan usia 12 – 15 tahun, 6 diantaranya berboncengan mengendarai 3 sepeda, yang 2 berlarian.  Mereka sudah basah kuyup dan terlihat ceria berhujan-hujanan, apalagi 2 anak yang berlarian yang tidak kebagian sepeda. (Pelajaran pertama: Menikmati kebersamaan dalam situasi apapun). Mereka begitu menikmati hujan, tak peduli demam, sebagaimana yang mungkin dikhawatirkan orang tua mereka.

Suara keceriaan Mereka terdengar jelas, mengalahkan suara hujan yang semakin deras. Terdengar suara Mereka saling mengejek/mengolok, tetapi ejekan itu langsung disambut tawa. Mereka terlihat sangat bahagia, tak peduli dengan ejekan/olokan teman. (Pelajaran kedua: Mengkonversi ejekan/olokan menjadi kebahagiaan). Dari arah belakang, satu anak yang berlarian, membuka bajunya. Baju itu kemudian Ia gulung-gulung membentuk bola, kemudian melemparnya ke arah anak yang bersepeda. Ia melempar sambil tertawa. Prok!!!, lemparan baju basah itu tepat mengenai kepala anak yang dibonceng sepeda. Anak yang dilempar terlihat terkejut, kemudian menoleh ke belakang, dan langsung tertawa terbahak-bahak. (Pelajaran ketiga: Meskipun sakit, tapi Ia yakin, temannya melempar bukan untuk menyakiti. Inilah yang bisa Kita sebut dengan Keyakinan dan Kerelaan, yakin bahwa temannya tidak bermaksud menyakiti dan rela disakiti demi kebahagiaan,hehehe…). Mendapati bajunya jatuh di aspal, anak itu mengambilnya, kemudian melemparkan lagi ke anak yang lain. Di sambut tawa lagi. (Pelajaran keempat: Inilah yang disebut dengan berbagi kebahagiaan, lanjutan dari inti pelajaran ketiga, hehehe…)

Mereka kemudian berhenti di pos ronda tepat di depan rumah saya. Mereka terlihat membuka bajunya, lalu memeras baju yang basah itu. Mereka memeras bajunya masing-masing, sambil bercanda. Terlihat ada 2 anak yang saling membantu memeras baju, 1 baju diperas 2 orang. Dengan sekuat tenaga mereka bekerja sama memeras baju itu. (Pelajaran kelima: Kerjasama, agar hasilnya lebih baik). Tak lama kemudian, terdengar suara salah satu anak yang ingin berpamitan pulang, “aku balek dulu yo, kagek dimarah mamak”, bahasa Palembang, yang artinya “aku pulang dulu ya, nanti dimarah Ibu”. Ternyata, ada 1 anak yang ingin pulang, karena takut dicari dan pasti akan dimarahi Ibunya. Sepertinya, takut dimarahi karena bermain hujan. Tak lama kemudian, beberapa anak ikut pulang. Akhirnya semua meninggalkan pos ronda itu, dan pulang ke rumah. (Pelajaran keenam: Menghargai dan mengingat pesan orang tua).

[caption caption="Anak-anak itu sepertinya akan pulang ke rumahnya (Dok. Pribadi)"]

[/caption]

Itulah berbagai pelajaran sederhana yang bisa kita petik dari keceriaan anak-anak. Mungkin kita bisa kembali mengingat kisah masa kecil dulu, lalu mengambil pelajaran-pejaran sederhana. Selamat bernostalgia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline