Lihat ke Halaman Asli

Korban Gempa Dalam Pusaran Pilkada

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_242089" align="alignright" width="298" caption="KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO"][/caption] Tanggal 30 Juni 2010 akan tercatat sebagai hari besar nan penuh sejarah bagi Sumatera Barat. Hari yang akan menghelat pesta demokrasi sekaligus penentuan bagi pemerintahan Sumatera Barat setingkat provinsi, kabupaten maupun tingkat kota. Sebanyak lima pasangan calon gubenur dan wakil gubernur, 51 pasangan calon bupati/wakil bupati serta 12 pasangan calon walikota/wakil walikota akan menjadikan Sumatera Barat sebagai daerah penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) terbesar di Indonesia tahun 2010 ini. Coretan sejarah pesta demokrasi akan diwarnai pemasangan baliho calon Kepala Daerah (Kada) diberbagai tempat.

Genderang pertarungan Pilkada lewat sajian menu baliho tersebut terlihat disepanjang jalan. Mulai dari jalan raya, jalan menuju perumahan, jalan perkampungan, bahkan pada sebuah gang buntu. Membanjirnya baliho para petarung semisal Calon Gubernur (Cagub), Calon Bupati (Cabup), maupun Calon Walikota (Cawako) dijalanan mengingatkan kembali pada saat masa tanggap darurat pasca gempa 7,9 SR yang mengguncang Ranah Minang. Saat itu, seluruh anak bangsa maupun relawan dari luar negeri tumpah ruah dalam memberi bantuan untuk korban. Perantau Minang di seluruh pelosok negeri berduyun-duyun pulang kampung untuk sekedar melihat kondisi ranah yang melahirkannya. Mereka pulang kampung tidak dengan tangan hampa, tetapi membawa bekal untuk sanak saudara yang menjadi korban.

Rasa kebersamaan yang membumbung tinggi sesaat pasca gempa mulai menyusut seiring dengan berjalannya waktu dan bergantinya bulan. Sekarang, 7 (Tujuh) bulan pasca gempa, aliran bantuan tidak sedahsyat dahulu. Mereka (korban gempa) hidup dalam ruang sempit bantuan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Harapan akan bantuan senilai Rp 15 juta buat rumah rusak berat masih bias, entah kapan akan cairnya. Menunggu adalah suatu kepastian yang harus dijalani dengan sabar.

Berdasarkan data dari Kepala Kuasa Penggunaan Anggaran (KPA) Perumahan dan Pemukiman Dinas Prasjal Tarkim Sumbar, Ir.Fachruddin, pemerintah melalui Badan Nasional Penaggulangan Bencana (BNPB) untuk tahap pertama tahun 2010 mengalokasikan dana Rp 114 miliar untuk rehabilitasi dan rekonstruksi 7.636 unit rumah. Dalam prosesnya baru sekitar 20% yang cair dengan target waktu akhir Mei 2010.

Meskipun pemerintah berdalih keterlambatan disebabkan oleh mekanisme birokratis yang panjang, akantetapi masyarakat korban gempa akan selalu mengkritisi keterlambatan pencairan hak mereka tersebut. Kehilangan kepercayaan kepada pemerintah adalah resiko yang paling memungkinkan. Perhelatan Pilkada Juni 2010 dalam bahaya, indikasi Golongan Putih (golput) dari korban gempa.

Banjir Baliho vs Kekeringan Bantuan

Tidak ada jalan tanpa baliho calon Kada. Begitulah kalau kita melihat view jalanan di hampir seluruh Sumatera Barat. Berbagai ragam penawaran dan keyakinan dilontarkan oleh para calon Kada dibaliho. Seorang calon Kada bisa memasang ribuan baliho di seluruh penjuru jalan. Jika dikalkulasi, tentunya tidak sedikit biaya yang dibutuhkan untuk senjata pertempuran Pilkada tersebut.

Baliho adalah senjata demokrasi menjelang kampanye terbuka. Senjata yang amat mahal dengan keyakinan akan dapat memenangkan pertempuran di bulan Juni nanti. Kemenangan merupakan suatu keharusan untuk menutupi kerugian yang ditimbulkan oleh biaya persenjataan tersebut. Anehnya, obsesi demikian dimiliki oleh semua calon Kada. Tidak ada calon Kada tanpa baliho.

Hal berseberangan terjadi pada korban amukan gempa dahsyat 30/S 2009 kemaren. Ribuan korban tidur di ruang 3 X 5 meter. Shelter (hunian sementara) yang sederhana tersebut cukup mampu melindungi mereka dari terpaan angin malam, meskipun kepanasan kerena kelebihan muatan. Tetapi, sampai kapan mereka harus tinggal disana?.

Padahal, tentang kewajiban pemerintah dalam penanganan bencana sudah dimuat pada Undang-Undang No.24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Pasal 5 pada UU tersebut jelas-jelas menyatakan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Korban yang tersebar di Kota Padang, Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Pesisir Selatan, dan Kabupaten Pasaman Barat tentu berharap pencairan bantuan sesegera mungkin. Bantuan yang bisa menumbuhkan kembali semangat hidup mereka. Bantuan untuk mengansur-ansur pemondokan yang layak tentunya.

Keterlambatan bantuan untuk korban gempa akan menambah pundi-pundi kekecewaan pada pemerintah. Kekecewaan tersebut memicu mereka bersikap apatis dalam helatan Pilkada akhir Juni 2010 ini. Semakin besarnya kelompok apatis atau golput pada helatan Pilkada tersebut tentunya akan mengurangi kadar dalamPilkada tersebut.

Hasil survey juga menunjukkan, masyarakat cenderung tidak mau ambil pusing dalam perhelatan Pilkada. Bahkan, masyarakat khususnya korban gempa hanya memikirkan satu hal, suatu kepastian tentang nasib mereka kedepan.

Kejelian Calon Kada

Kemenangan seorang calon Kada akan ditentukan oleh sikap pragmatis terhadap realitas dilapangan. Jika setiap pasangan meraba peluang suara, maka masyarakat yang sedang membutuhkan pertolongan adalah massa yang pasti. Filosofisnya adalah pemimpin yang pragamatis otomatis akan membentuk kecenderungan masyarakat pragmatis. Korban gempa yang sangat membutuhkan pertolongan tentunyaakan memposisikan diri sebagai orang pragmatis. Apa yang didapat dan apakah pencairan bantuan untuk mereka akan segera terealisasi serta jaminan sektor perekonomian mereka pasca gempa adalah beberapa penawaran yang mungkin dilakukan korban gempa. Disini akan dilihat kejelian serta kecerdikan calon Kada dalam menyikapi penawaran tersebut.

Kenyataan tersebut tidak akan mungkin dihindari oleh calon Kada yang berjuang di daerah dampak bencana 30 September tahun kemaren. Para calon Kada harus bisa memberdayakan segenap kemampuan dalam menjawab kegelisahan sebagian korban gempa. Mereka harus kembali menjeput bola dilapangan sebagaimana yang dilakukan banyak orang dan lembaga kemanusiaan ketika masa tanggap darurat diberlakukan pasca gempa. Dengan cara ini, kekurangan rasa kadar massa pada Pilkada Juni nanti bisa diminimilisir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline