Guru ku Sayang_Guru ku Malang
(Catatan Lepas_sebuah Seruan Moral Kritis-Reflektif
pada peringatan Hari Guru Nasional Senin, 25 November 2024)
Oleh Yosef Latu, S.IP. alias Kajol, Pria berkelahiran Lembata Flores NTT yang berdikari menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara.
Kajol yang juga selaku Pemerhati Sosial Politik Morotai melalui Himpunan Anak Rantau Untuk Morotai (HARUM Center) memberikan catatan kritis-reflektif untuk semua masyarakat Indonesia yang cinta akan Pendidikan, dalam rangka memperingati hari Guru Nasional Senin, 25 November 2024.
Melawan Lupa, Ketika Kaisar Jepang ke-142 yang dikenal dengan nama anumerta Kaisar Showa yakni Kaisar Hirohito mendengar berita kelam Hirosima dan Nagasaki. Hiroshima porak poranda pada 6 Agustus 1945, dengan penjatuhan bom atom mengerikan yang dinamai Little Boy itu menyebabkan 80.000 orang langsung meninggal dunia; dan Nagasaki hancur akibat bom atom kedua pada 9 Agustus 1945. Korban dari bom yang dinamai Fat Man itu sebanyak 60.000 hingga 80.000 jiwa, yang mana semua bom atom itu diluncurkan dari Lapangan Pitu Streep Pulau Morotai Maluku Utara Indonesia. Atas tragedi mencekam itu, sebuah respon yang langsung muncul dari mulut Kaisar Hirohito: “Berapa jumlah guru yang tersisa?”
Eksistensi Guru
Menyingkap Pernyataan sekaligus pertanyaan Kaisar Hirohito: “Berapa jumlah guru yang tersisa?” Fakta menunjukkan sekitar 250.000 guru yang masih hidup, Kaisar Jepang menyatakan tekad, dalam satu generasi, Jepang akan lebih maju dari kondisi sewaktu ditaklukan. Kenyataannya pada 1960-an, Jepang membuktikan dapat lebih unggul dalam teknologi dan ekonomi dari kebanyakan negara penakluknya. Itu berarti bahwa Guru adalah kunci dari proses pendidikan dan peradaban suatu bangsa. Sebab Sejarah telah mencatat, guru menjadi penentu maju atau mundurnya suatu bangsa. Di mana Kaisar Hirohito tidak menanyakan berapa banyak tentaranya yang tewas atau yang masih hidup namun guru yang ditanyakan. Kaisar sadar betul bahwa kehilangan guru lebih merugikan daripada kehilangan tentaranya. Sejak saat itulah Jepang mulai bangkit dan menata kembali peradabannya dengan memberikan perhatian lebih terhadap dunia pendidikan. Hasilnya jelas dan bisa kita saksikan sampai hari ini. Negara Sakura menjadi kekuatan hebat di dunia. Begitu pula dengan America Serikat belakangan ini juga sangat progresif membenahi kebijakan postur guru. Hal itu dimaksudkan meningkatkan daya saing negaranya yang mulai disaingi oleh Tiongkok dan India.
Tidak ketinggalan pula Indonesia sebagai bangsa yang besar mulai perlahan-lahan menata sistem pendidikannya. Kendatipun masih terdapat kekurangan dan keterbatasan dalam hal kebijakan pemerintah terhadap dunia pendidikan Indonesia. Perlu diketahui bahwa salah satu entitas substantif dari pendidikan adalah guru. Sebagaimana seorang Filsuf Yunani: Socrates Dalam bukunya, The Republic, menyebut dua profesi yang harus sarjana, yang pada 2.000 tahun sebelum Masehi itu dianggap sebagai orang yang luas pengetahuannya, arif dan bijaksana, yaitu guru dan anggota parlemen. Alasannya, guru bertugas menyiapkan generasi yang akan datang dan anggota parlemen berwenang membentuk aturan untuk hidup bersama dengan baik. Sehingga ketika merujuk pada hakikat keberadaan Guru, dalam filosofi Bahasa Jawa memiliki makna 'digugu lan ditiru'. Digugu berarti setiap perkataan dan perbuatannya harus bisa dipertanggungjawabkan, sedangkan ditiru berarti setiap sikap dan perbuatannya pantas untuk dijadikan teladan bagi siswa. Senada dengan konsep tersebut, semua anak bangsa Indonesia harus belajar dari spirit tokoh pendidikan: Ki Hajar Dewantara yang menyatakan bahwa peranan seorang guru adalah jika di depan menjadi contoh atau teladan: Ing ngarso sung tuladha, jika di tengah membangkitkan hasrat dan semangat untuk merdeka belajar: ing madya mangun karsa, dan jika di belakang memberi dorongan atau motivasi: tut wuri handayani; supaya roh semangat seorang guru kembali kepada prinsip dasar yang memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai tenaga pendidik yang diakui atas keprofesionalannya. Oleh karena itu, revolusi mental para guru juga sangat penting supaya berperan aktif dalam membangun karakter bangsa dan menegakkan prinsip kebangsaan, dengan cara penegakan dan pelestarian Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Yang mana bertujuannya untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa menuju Indonesia emas Tahun 2045.
Mencermati Hari Guru Nasional bermula pada Kongres Guru Indonesia yang pertama di Surakarta pada November 1945, yang mana bangsa Indonesia baru saja merdeka. Para pendidik bersatu dalam semangat kemerdekaan dan membentuk organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Sejak saat itu, disepakati setiap tanggal 25 November diperingati sebagai hari lahirnya PGRI, sekaligus juga sebagai Hari Guru Nasional, demi wujud penghormatan bagi profesi guru yang telah diresmikan oleh pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1994.