Lihat ke Halaman Asli

Mengenang Adnan Buyung Nasution, Sang Pejuang Hukum

Diperbarui: 23 September 2015   20:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Prof Dr Adnan Buyung Nasution | Foto: abnp.co.id"][/caption]Turut berduka dan rasa belasungkawa yang sedalam-dalamnya atas kepergian beliau, semoga beliau mendapat tempat yang khusuk dipangkuan Tuhan. 

Semoga keluarga dan seluruh kerabat diberi ketabahan dan kekuatan menghadapi duka yang mendalam ini. Dibalik kepergiannya, beliau telah mewariskan banyak hal untuk negeri ini, salah satunya adalah soal ide, sikap, dan pesan berikut untuk kita generasi Indonesia.

Selalu Kritis Demi yang Tertindas

Hampir sepanjang hidupnya, Adnan Buyung Nasution banyak berurusan dengan bidang hukum. Dia melakoni beraneka profesi dan jabatan: mulai dari jaksa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara/Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Peradin, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), anggota Dewan Pertimbangan Presiden, sampai advokat senior.

Dari semua itu, prestasinya yang paling dikenang adalah pendirian YLBHI pada 1970 bersama Ali Sadikin (waktu itu Gubernur DKI Jakarta). Gagasan pendirian lembaga ini berlatar belakang keinginan memberikan bantuan hukum bagi orang-orang yang tak mampu memperjuangkan hak-haknya, terutama rakyat tertindas yang digusur, dipinggirkan, dan diberhentikan dari pekerjaan. Kini YLBHI menaungi 14 kantor cabang dan 8 pos yang tersebar dari Banda Aceh hingga Papua.

Di bidang akademis, pria yang kerap dipanggil Abang ini memperoleh gelar doktor dari Universiteit Utrecht, Belanda, dengan disertasi berjudul “A Socio-Legal Study of the Indonesian Konstituante 1956-1959”. Pada 2010, dia mendapat anugerah gelar profesor kehormatan dari University of Melbourne, Australia. Dia menilai sebagai pelopor bantuan hukum, memiliki kontribusi besar terhadap reformasi hukum Indonesia, dan tokoh kunci pengembangan hukum haak asasi manusia Indonesia.

Setelah berhenti sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden, dia menerbitkan buku berjudul ”Nasihat untuk SBY”, yang mengungkap pengalamannya selama menjabat pada 2007-2009. Banyak pihak menilai buku itu kontroversial. Tapi, seperti sikaapnya selama ini, Abang tetap Abang yang selalu bersikap kritis.

Sepucuk Surat dari beliau:

Anak-anak Indonesia yang Abang cintai dan banggakan,

Kita mungkin tidak pernah saling bertatap muka dan barangkali sebagian besar dari kalian ketika membaca surat ini baru pertama kalinya mengenal nama Adnan Buyung Nasution. Kita bisa jadi hidup di masa yang sama dan tempat yang berdekatan, atau hidup di masa yang sama sekali berbeda dan tempat yang berjarak: di kota-kota, dusun-dusun, pulau-pulau yang terbentang di Nusantara, atau bahkan nun jauh di negeri orang. Tapi Abang sangat yakin bahwa waktu dan jarak itu bukanlaah pemisah, karena kita telah dieratkan di dalam satu tanah air Indonesia, satu bangsa Indonesia, dan satu bahasa Indonesia, sebagaimana yang telah diikrarkan para pejuang pendahulu kitaa melalui Sumpah Pemuda.

Kesadaran Abang mengenai ikatan kebangsaan itu sudah muncul sejak masa kanak-kanak di Yogyakarta, pada jaman revolusi kemerdekaan. Kondisi di masa itu tentu sangat jauh berbeda dengan suasana abad ke-21 kini, ketika teknologi semakin canggih sehingga informasi pun menjadi sangat mudah diakses. Pengetahuan Abang lebih banyak bersumber dari kisah-kisah yang dituturkan Ayah. Profesi beliau sebagai jurnalis dan keterlibatannya dalam kelompok kaum pejuang pergerakan kemerdekaan (kaum Republiken), sehingga Ayah kerap melakukan perjalanan tugas ke berbagai daerah dan berjumpa dengan para tokoh pejuang yang berasal dari berbagai suku bangsa di Indonesia, dan juga orang-orang dari bangsa lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline