Konsep manusia sebagai Homo Faber dan Homo Laboris
Pandangan manusia mengenai kerja tangan sudah lama muncul sejak manusia mengenal apa itu peradaban. Sebab dengan bekerja, manusia memperkenalkan dirinya sebagai makhluk yang beradab. Dalam hal ini sebagai Homo Faber atau makhluk pekerja, terutama di dalam dunia pertanian atau pengolahan tanah.
Dengan konsep itu hendak dikatakan bahwa hal yang utama di dalam kehidupan manusia adalah kerja. Selain konsep homo faber, juga adanya homo laboris.
Kedua konsep ini menegaskan bahwa kerja adalah hal yang pokok dalam kehidupan manusia. Tanpa kerja, manusia akan kehilangan makna hidupnya.
Konsep homo laboris ini kemudian dilengkapi oleh adanya tradisi hidup monastik yang dipraktekkan oleh para biarawan dan biarawati di Timur Tengah dan Eropa Barat.
Di dalam tradisi hidup monastik itu, para anggotanya bukan hanya menggeluti pekerjaan mereka sehari-hari, tetapi mereka juga melakukan olah rohani, melalui doa setiap hari untuk mendahului segala aktivitas mereka.
Lantas, kemudian lahirlah konsep baru di mana manusia bukan hanya sebagai homo faber atau homo laboris melainkan juga "homo religious atau makhluk pendoa."
Sebagai homo religious, manusia tidak hanya bekerja, tetapi juga dikenal sebagai makhluk yang senantiasa mendekatkan diri dengan penciptanya dalam aktivitas "doa".
Kebiasaan hidup doa dan kerja itulah yang dilakoni dalam kehidupan biara-biara kala itu sehingga kemudian dikenal adanya konsep atau tradisi hidup "Ora et Labora" yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi "berdoa dan bekerja".
Ungkapan berdoa dan bekerja ini selanjutnya menjadi ungkapan khas yang digunakan umat Kristen sebagai motto saat bekerja agar senantiasa diberkati oleh Tuhan.