Lihat ke Halaman Asli

Yosef MLHello

Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Melatih Anak Gotong Royong Sebagai Pengamalan Nilai-Nilai Pancasila

Diperbarui: 3 Juni 2023   19:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kerja bakti di sekolah melatih anak-anak gotong royong (Kompas.com/foto: Reni Susanti)

SETIAP tanggal 1 Juni sebagai bangsa yang mengenal dan mencintai sejarah merayakannya sebagai Hari Lahirnya Pancasila. Itupun masih ada saja yang salah menyebutkan. Ada yang menyebut tanggal 1 Juni sebagai hari kesaktian Pancasila. Pada semua orang tahu, hari kesaktian Pancasila jatuh pada tanggal 1 Oktober.

Dalam tulisan ini, penulis tidak bermaksud untuk meluruskan pemahaman yang bengkok mengenai tanggal 1 Juni sebagai harlah Pancasila; dan tanggal 1 Oktober sebagai hari kesaktian Pancasila. Namun penulis mau secara khusus menyoroti apa yang diangkat oleh Kompasiana sebagai topik pilihan, yaitu bagaimana upaya kita saat ini untuk mengajarkan anak-anak mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mengajarkan anak untuk berkarakter Pancasilais.

Kembali Menengok Sejarah Pancasila

Menarik bahwa bapak pendiri bangsa atau founding father kita Ir. Soekarno pernah mengingatkan kita untuk tidak sekali-kali pun melupakan sejarah atau yang lebih terkenal dengan sebutan JASMERAH (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah).

Pancasila itu sendiri selain sebagai Dasar Negara dan pandangan hidup bangsa dan negara, Pancasila juga telah menjadi bagian dari sejarah kehidupan bangsa Indonesia.

Bagaimana kita memandang Pancasila sebagai bagian dari sejarah bangsa Indonesia. Bahwa proses terjadinya rumusan Pancasila sebagaimana kita kenal sekarang ini adalah bagian dari sejarah. Kalau kita membolakbalik sejarah perjuangan bangsa Indonesia, di sana kita dengan hati dan mata kagum menyaksikan betapa besar perjuangan dan pengorbanan para pahlawan bangsa untuk menggali dan merumuskan Pancasila itu.

Ir. Soekarno sebagai tokoh pencetus lahirnya istilah Pancasila sendiri sudah lama berjuang menemukan berbagai hal seputar dasar negara yang hendak didirikannya itu.

Permenungannya di Kota Ende, Nusa Tenggara Timur, bahkan di bawah pohon sukun yang hingga kini diabadikan sebagai "Pohon Pancasila" itu setiap tahun dijadikan tempat bersejarah yang mengundang para menteri bahkan Presiden Joko Widodo untuk memimpin upacara Harla Pancasila di Kota Ende. Itu semua adalah pelajaran berharga atau sejarah yang harus bukan hanya dikenang, tetapi menjadi bagian dari kehidupan. Sebab bangsa yang tidak menghargai sejarah adalah bangsa yang tahu diri. Atau seperti dikatakan Martin Luther King, Jr : "Kita bukan pembuat sejarah, tetapi kita dibuat oleh sejarah".

Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4 juga kini telah menjadi bagian dari sejarah. Karena itu butir-butir Pancasila yang pernah dirumuskan sebagai nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, kini lambat laun mulai -kalau tidak mau dikatakan-dilupakan, sulit ditemukan di dalam praktek hidup berbangsa dan bernegara dewasa ini.

Untuk itu dalam topik pilihan Kompasiana ini, penulis hendak mengangkat salah satu kearifan lokal bangsa Indonesia yaitu Gotong Royong yang semakin lama semakin ditinggalkan bukan hanya oleh orang kota, tetapi juga orang-orang di kampung sekali pun. Individualisme telah merajalelah dengan adanya berbagai kemajuan ilmu dan teknologi, termasuk digitalisasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline