Perkawinan adalah pintu masuk menuju terciptanya keluarga. Tujuan orang berkeluarga adalah untuk mencapai keluarga bahagia. Salah satu momok yang sangat menakutkan bagi pasangan suami istri adalah perceraian. Dan tak satu pun pasangan suami istri yang menghendaki keluarganya berujung dengan cerai.
Karena itu sejak awal pasangan suami istri saling berjanji untuk setia satu sama lain. Semua lembaga atau institusi yang mengatur hidup manusia, termasuk di dalamnya lembaga agama mengatur agar hubungan suami istri itu langgeng dan bahagia.
Sejak mereka berpacaran kedua orang pria dan wanita itu memang mencita-citakan agar pada suatu saat kelak, ketika mereka sudah resmi menjadi suami istri dalam dan melalui perkawinan, mereka dapat menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Setelah melewati masa pacaran, kemudian tahap berikutnya adalah masa pertunangan.
Pada masa pertunangan itu biasanya diawali atau ditandai dengan acara tukar cincin. Apakah itu bisa digolongkan sebagai perjanjian pranikah?
Tidak juga, karena memang tidak ada perjanjian, baik tertulis maupun lisan. Namun dalam kenyataan, memang keduanya berjanji agar hubungan mereka bisa berlanjut ke jenjang perkawinan.
Kami sendiri juga menjalani tahap-tahap itu. Mulanya pacaran, kemudian pertunangan dan akhirnya ke jenjang perkawinan yang ditandai dengan perjanjian untuk saling setia selamanya. Perkawinan kami dikukuhkan di altar suci dalam ikatan perkawinan sakramental.
Perjanjian nikah kami dimeteraikan oleh Kristus sendiri dan kami berjanji untuk saling setia selamanya dalam suka dan duka, di waktu sehat dan sakit, dalam untung dan malang. Namun kami sendiri tidak melakukan apa yang dinamakan perjanjian pranikah.
Perkawinan dalam Gereja Katolik atau disebut juga Sakramen Perkawinan kudus pada hakekatnya adalah perjanjian antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk suatu kebersamaan hidup yang disebut keluarga.
Perkawinan pada dasarnya mempunyai tiga tujuan utama yaitu: