Mainan bagi seorang anak merupakan sarana yang penting sebab bukan hanya akan menjadi temannya untuk bermain, tetapi bernilai pendidikan bagi seorang anak. Karena itu mainan selalu dipilih bukan hanya sekedar menemani anak tetapi sesuai dengan usia dan kemampuan anak.
Saat ini anak-anak kami sudah besar semuanya. Mereka umumnya tidak lagi membutuhkan mainan, apalagi yang mahal-mahal. Melalui media ini, saya mau membagikan pengalaman bagaimana membeli atau mengadakan mainan untuk anak-anak sewaktu mereka masih kecil dan membutuhkan alat-alat untuk bermain atau mainan.
Mungkin saja apa yang saya sharingkan pada kesempatan ini bisa berguna bagi saudara-saudara yang saat ini sedang memiliki anak kecil yang butuh mainan, yang bisa jadi referensi bagi mereka. Atau setidaknya menjadi bahan bacaan ringan buat kita sekalian.
Bagi anak tidak penting mainan itu mahal atau murah. Anak pada umumnya sesuai kemampuannya belum membedakan antara apa yang menurut orang dewasa mahal atau murah. Bagi anak yang terpenting adalah sesuai seleranya atau dia suka dan yang baginya adalah menarik. Sebab apa yang menarik atau disukai orang dewasa, belum tentu menarik atau disukai anak-anak.
Sebagai contoh. Sewaktu puteraku yang sulung berusia 4 tahun, kami mau membelikannya sebuah sepeda mungil. Kami membawanya ke toko sepeda. Di sana tersedia banyak pilihan sepeda. Ibunya mau mencarikan untuknya sepeda yang paling bagus dan harganya lumayan mahal untuk ukuran kami.
Tetapi apa yang terjadi? Si Bocil justru memilih sepeda yang lain yang bagi kami tidak menarik, baik dari segi bentuk, warna maupun harganya. Kami berusaha menarik perhatiannya ke sepeda yang kami maksudkan, tetapi ia selalu kembali ke sepeda pilihannya. Ibunya mencoba untuk sedikit memaksanya agar dia bisa menyukai sepeda pilihan ibunya.
Tetapi ia tetap bertahan, bahkan menangis sejadi-jadinya kalau tidak membeli sepeda pilihannya. Akhirnya kami mengalah dan harus membeli sepeda yang menjadi kesukaannya. Namun begitu tiba di rumah, ia hanya menaiki sepeda itu tidak lama, lalu ia bermain mainan yang lain. Sedangkan sepedanya malah diberikan kepada temannya untuk menaikinya.
Dari pengalaman kecil ini, kita dapat belajar satu dua hal berikut.
Pertama, yang namanya mainan untuk anak, ya memang seharusnya apa yang menjadi kesukaannya. Kalau sesuatu mainan yang dipaksakan kepadanya, ia tidak akan betah bermain dengan mainan itu. Tetapi bila itu mainan kesukaannya, apa pun yang terjadi, meskipun mainan itu sudah rusak, ia akan berusaha untuk memperbaikinya. Ya, sesuai tingkat usianya.
Kedua, mainan itu tidak perlu mahal. Sebab bagi anak, mainan adalah mainan. Tingkat ketahanan atau konsentrasi seorang anak untuk bermain menggunakan mainan itu secara tetap masih berubah-ubah. Dunia anak masih labil. Anak tidak akan bertahan untuk memainkan suatu mainan lebih dari waktunya.
Dalam hal ini apa yang dikatakan Prof. Wardana sebagaimana dalam tulisan Kompasianer Prajna Dewi betul. Bahwa tingkat konsentrasi anak bermain dengan mainannya dapat dihitung dengan rumus 2N+1. Maka kita dapat mengerti konsentrasi seorang anak berusia 4 tahun adalah 9 menit. Lebih dari 9 menit, ia tidak akan pusing lagi dengan mainan itu. Anak seusia 4 tahun itu akan mulai beralih ke mainan yang lain.