Lihat ke Halaman Asli

Yosef MLHello

Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Kebebasan Pers dan Larangan Hel Keta oleh Uskup Atambua

Diperbarui: 12 Februari 2022   00:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Uskup Atambua, Mgr. Dominikus Saku (dok.pribadi)

Melalui tulisan ini, saya ingin mengemukakan dua sisi mata uang dari kebebasan pers kita yang pada satu sisi bersifat positif karena dengan cepat membawa informasi kepada masyarakat, namun di sisi lain bersifat negatif karena dengan cepat pula menampilkan informasi negatif yang tak terbendung. Hal ini dikaitkan dengan peristiwa larangan 'hel keta' oleh Uskup Atambua dan reaksi para pengguna media sosial atau pers atas pelarangan tersebut.

Apa itu Kebebasan Pers

Menurut Wikipedia, kebebasan pers atau freedom of the press adalah hak yang diberikan oleh konstitusional atau perlindungan hukum berkaitan dengan media dan bahan-bahan yang dipublikasikan seperti menyebarluaskan, pencetakan dan menerbitkan surat kabar, majalah, buku atau dalam material lainnya tanpa ada campur tangan atau perlakuan sensor dari pemerintah.

Dengan kebebasan pers ini pemerintah tidak lagi berwenang untuk menutup suatu penerbitan atau membredel suatu majalah, bahkan menghukum seorang wartawan seperti yang konon pernah terjadi pada pemerintahan orde baru atau pada zaman Presiden Soeharto. Sudah pasti pengertian kebebasan pers ini adalah hasil rumusan pasca orde baru. Sebab pada zaman Menteri Penerangan Harmoko, pers tidaklah sebebas sekarang ini.

Tujuan Kebebasan Pers

Dengan kebebasan pers,  masyarakat dapat dengan lebih leluasa mengetahui berbagai peristiwa, termasuk menilai kinerja pemerintah dan melakukan kontrol terhadap kekuasaan dan tentu saja terhadap apa yang dilakukan masyarakat itu sendiri. 

Karenanya, media atau pers mendapat julukan sebagai pilar keempat demokrasi, melengkapi eksekutif, legislatif dan yudikatif. 

Dengan itu sebenarnya tujuan dari kebebasan pers itu sendiri adalah sebagai kontrol terhadap pemerintah dan dengan demikian meningkatkan kualitas dari demokrasi kita.

Selain itu, dengan kebebasan pers seperti sekarang ini, terbuka kemungkinan yang sangat luas kepada media massa untuk menyampaikan berbagai informasi kepada masyarakat.  

Diharapkan pers dapat memperkuat dan mendukung warga masyarakat untuk ikut berperan aktif di dalam demokrasi atau yang disebut dengan civic empowerment.

Tentu saja rumusan kebebasan pers itu sah-sah saja karena dilandasi dan dilindungi oleh pasal 28 Undang-Undang Dasar  1945. UUD kita  melindungi kebebasan penggunaan berbagai media baik media cetak maupun elektronik atau digital dalam hal mencari, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline