Lihat ke Halaman Asli

Yosea Permana

pegawai swasta

Jejak Pertama di Kolkata #IndiaTravelJournal Part 1

Diperbarui: 29 Maret 2016   22:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kolkata memang merupakan sebuah kata yang tidak asing di telingaku, namun sangat asing bagi pikiran ini. Kisah heroik Mother Teressa dan peraihan Nobel-nya lah yang pertama kali aku tahu tentang kota antah berantah ini. Gambaran yang ada di kepala mengenai kondisi tempat ini pun sedikit banyak terpengaruh dari gambaran kisah yang ada dalam sejarah perjalanan hidup Mother Terresa yakni berantakan, kumuh dan dipenuhi oleh masyarakat miskin. Hanya itu yang sebelumnya aku tahu tentang Kolkata.

Sebuah ketidaksengajaan akhirnya membawa kaki ini bisa menjejak di kota nan penuh misteri ini. Pasalnya tujuan saya ke India adalah untuk mengeksplor distrik Himachal Pradesh, namun tiket pesawat termurah untuk bisa menyentuh India dari Indonesia adalah melalui Kolkata. Mungkin ini takdir ku untuk bertemu sapa dengan salah satu kota terbesar di India ini.

Hingga hari keberangkatan jujur aku masih tidak tahu banyak mengenai Kolkata, aku juga sengaja tidak mencari tahu lebih banyak tentang mantan ibu kota negara ini. Hanya sedikit saja informasi mengenai backpacker area, Sudder Street, tempat dimana aku berencana untuk bermalam. Masih tak ada bayangan pasti tentang kota ini, pasalnya juga aku menolak untuk melakukan pencarian gambar dari Kolkata. Aku ingin membiarkan misteri tersebut tetap hidup.

Menjelang landing di bandara internasional Netaji Subhash Chandra Bose aku disambut oleh sebuah bintang jatuh yang tak sengaja aku pergoki kehadirannya ketika pesawat sedang melakukan manuver untuk meluruskan badan pesawat dengan lintasan landing. Melihatnya membuatku berharap dan berkata dalam hati "Semoga India bisa tidak ganas".Dari atas aku melihat bangunan luas dan penuh cahaya, tak disangka ternyata bandara yang kumasuki adalah sebuah bangunan moderen yang cukup megah. Bayanganku terlampau jauh dari ekspektasi buruk yang sudah bergulung di dalam kepala ini, aku selalu membayangkan bahwa bandara disini akan sangat sempit dan kumuh serta di penuhi aroma tak sedap, namun ternyata hal tersebut berada 180 derajat di sisi lain, disini ruangannya bersih, penerangan baik, kondisi temperatur pun baik dan beraroma netral alias tidak berbau pesing seperti gambaran umum dari orang banyak mengenai lokasi-lokasi umum di India. Bahkan bandara ini sangat nyaman untuk dipakai bermalam.

Karena jadwal ketibaanku di Kolkata adalah tengah malam maka aku pun memutuskan untuk bermalam di bandara ini. Selesai prosesi sakral di imigrasi aku pun mencari ruang tunggu. Setelah berjalan sekitar lima menit aku sampai pada sebuah ruangan besar, bersih dan terang dengan barisan kursi yang nyaman dan tentunya dengan pendingin ruangan.

Diruang tunggu tempat aku bermalam banyak orang yang berlalu -lalang melewati tempat duduk yang aku gunakan menjadi tempat tidur. Tak jarang dari mereka yang melintas berhenti dan memperhatikan Aku dengan kenalan ku ( 1 orang Indonesia dan 3 orang Tiongkok) untuk beberapa saat sebelum berjalan kembali. Ada pula dari mereka yang berbisik kepada temannya seraya melirik bahkan menunjuk ke kami dengan penuh gairah. Aku cukup risih dengan perlakuan ini, seakan-akan aku atau kami adalah target dari sebuah kejahatan komplotan tertentu. Pikiran ini terbentuk karena banyaknya himbauan dari orang-orang di sekitarku tentang maraknya aksi kejahatan di India. Selain itu tanpa maksud  tertentu yang bersifat rasisme, warna kulit legam dan bentuk kasar wajah orang-orang lokal menjadi momok yang agak menyeramkan seraya mereka memperhatikan kami dengan wajah penuh keingintahuannya. Aku sebagai orang Indonesia secara garis besar memiliki tingkatan privasi yang cukup tinggi dan terbiasa menerapkan cuek-isme, sehingga hal tersebut agak menjadi sedikit asing bagi aku pribadi.

Namun lambat laun aku mulai terbiasa dan mengerti alasan atas perlakuan ini. Orang India sangat excited kala melihat seorang turis mengunjungi negerinya yang sangat luas itu. Sama halnya dengan dengan orang Indonesia yang sangat senang apabila melihat turis asing (terutama bule) datang ke negerinya, ternyata sekarang aku merasakan menjadi 'bule' di negeri dengan penduduk lebih dari1 milyar ini namun dengan perlakuan yang jauh lebih mencengangkan. Ada yang mengarahkan kamera dan mengambil gambar kami secara diam-diam, ada juga yang terang-terangan dan meminta kami untuk bergaya, ada yang berfoto-foto di sekitar kami, bahkan ada juga yang suka ikut nimbrung ketika kami sedang berbincang-bincang seakan mereka mengerti apa yang sedang kami bicarakan. Rasa takut pun sirna kala mereka menggoyangkan kepalanya dan tersenyum kepadaku sebelum akhirnya pergi melanjutkan perjalanannya, aku sekarang sadar dengan apa yang menjadi kebiasaan mereka terhadap orang asing, namun tanpa menurunkan intensitas kewaspadaan.

 Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline