(Surat terbuka untuk ayah, ayah aku putrimu)
Ayah, sudah lama aku ingin mengobrol dekat denganmu. Sayangnya, waktu sudah terlampau jauh untuk aku mengingat masa itu.
Tak banyak masa untuk aku mengingat bagaimana kedekatan aku denganmu dulu. Waktuku masih aku habiskan untuk bermain dan bersenang senang dengan teman sebayaku.
Mengingatmu adalah sosok pria yang luar biasa. Sekilas, Ayah memang terkesan punya karakter yang keras. Apalagi ketika aku harus belajar. Semua energimu harus terkuras untuk mengajari sehingga aku bisa berada dititik ini.
Aku kagum dengan bagaimana cara Ayah dulu memperlakukanku. Diajaknya aku ke atap rumah, ditunjukkannya padaku bintang yang bercahaya. Begitu istimewa aku menjadi putrimu ayah.
Ingatanku mengenang dirimu yang tak pernah Lelah bekerja untuk kami. Bahkan saat jarak harus memisahkanmu dengan aku dan ibu tetap kau lakukan demi keluarga kecilmu. Seumur hidupmu, aku tidak pernah sekalipun melihat ayah bermalas-malasan bekerja.
Terima kasih sudah selalu mengirim surat cintamu untuk ibu dan aku dan mengingatkan ibu untuk selalu menjaga aku. Ayah memiliki cara yang berbeda untuk menyanyangi kami dan menjaga kami.
Belum ada yang bisa aku lakukan untukmu dulu ayah, hanya rengekan tangisan yang aku berikan saat ayah harus berangkat bekerja untuk beberapa bulan.
Sebagai anak, tentu tak jarang aku melakukan kesalahan yang membuat ayah kesal. Walaupun begitu ayah tak pernah berlaku kasar ataupun mengucap perkataan cacian. Sungguh aku kagum akan dirimu ayah. Aku percaya, cinta ayah tidak ada bandingannya. Ayah menunjukkannya setiap hari walau tak pernah mengatakannya.
Sungguh akupun ingin memiliki pendamping sepertimu, tetapi mungkinkah di luar sana ada laki-laki yang sehebat dirimu?
Sampai diakhir dirimu harus pergi meninggalkan kami, tak pernah ada keluh kesah yang ayah sampaikan kepada kami.